Solusi Simbolik

Photo Author
- Kamis, 30 Maret 2017 | 23:17 WIB

MENARIK. Sekitar 1.000 pelajar Kota Yogyakarta meggelar aksi flashmob damai di Alun-alun Selatan Yogya, Selasa (28/3), untuk melawan aksi klithih yang meresahkan publik. Selain membuat konfigurasi, mereka pun membentangkan bendera Merah Putih ukuran besar.

Cukup kreatif. Pesan yang tertangkap adalah, pentingnya soliditas, kerukunan dan kedamaian publik. Yang dibangun oleh sikap yang menjunjung tinggi keadaban dan menolak kekerasan baik secara fisik non-fisik.

Gerakan para pelajar itu dapat disebut perlawanan simbolik atas kekerasan yang melanda dunia anak muda, khususnya pelajar dengan perilaku klithih sebagai penanda patologi sosial. Perlawanan simbolik selalu mengedepankan nilai, etika dan moralitas serta estetika. Nilai merupakan cita-cita ideal dan orientasi publik di dalam membangun masyarakat yang berperadaban. Etika merupakan rujukan perilaku yang membedakan kepantasan dan ketidakpantasan. Moralitas merupakan orientasi kesadaran dan pilihan tindakan yang membedakan kebaikian dan keburukan. Adapun estetika merupakan keindahan yang menjadi basis ekspresi. Ini berkaitan dengan pilihan simbol-simbol yang dapat diterima oleh khalayak.

Sebagai gerakan budaya, flashmob yang dilakukan para pelajar itu mampu menyentak publik dan menimbulkan kesadaran terkait nilai-nilai ideal yang harus dipertahankan. Namun, ia bukan menjadi solusi satu-satunya. Yang harus diingat adalah klithih bukan semata-mata persoalan kekerasan yang kebetulan dilakukan para pelajar.

Klithih juga dapat dipahami sebagai akibat dari krisis nilai, krisis orientasi sosial yang turunan langsungnya pada pelajar adalah tindakan kekerasan. Artinya, pelajar pelaku klithih tidak memiliki cara pandang yang kreatif dan produktif ketika harus menghadapi dan menyelesaikan persoalannya. Misalnya dalam menyikapi konflik. Akibatnya, serta-merta mereka menempuh jalan kekerasan.

Persoalan lainnya adalah krisis nilai yang terkait keteladanan. Para pelajar kini semakin sulit menemukan sosok pemimpin dalam berbagai level, untuk dijadikan ‘panutan’. Bisa jadi mereka kecewa pada orangtua, guru dan para pemimpin publik yang dianggap gagal merepresentasikan nilai ideal. Sangat mungkin juga, para pelajar pelaku klithih mengalami himpitan dan tekanan, karena berbagai keterbatasan sosial dan ekonomi.

Dunia konsumsi yang dipompa kapitalisme menjadikan semua warga, termasuk pelajar, menjadi konsumen. Persoalan muncul, ketika pola-pola konsumerisme itu berbiaya tinggi dan tidak terjangkau. Mereka pun mengalami frustrasi. Apalagi ketika mereka melihat kesenjangan sosial-ekonomi yang serius dalam kehidupan masyarakat. Frustrasi mereka pun semakin meningkat. Ini menunjukkan bahwa faktor ketidakadilan ekonomi dan sosial perlu dipahami sebagai penyebab.

Perilaku klithih juga bisa disebabkan oleh semakin sempit ruang ekspresi dan aktualisasi anak-anak muda. Ruang ekspresi yang ada tidak mampu menampung kegelisahan mereka untuk mengolah dan menunjukkan bakat dan kemampuannya. Juga sedikitnya dorongan untuk berkembang melalui berbagai proses pembelajaran dan pelatihan.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: ivan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X