KEBRUTALAN genk motor di Yogyakarta kembali menelan korban. Untuk kesekian kali, peristiwa seperti ini terjadi. Keamanan dan kenyamanan warga pun terusik. Kian membuat miris, pelakunya adalah para remaja usia SMP- SMA yang seharusnya berada di rumah, belajar pada malam hari. Dan mungkin juga belum diizinkan mengendarai kendaraan bermotor. Para remaja yang sering berkelana secara kelompok inilah yang kini dikenal dengan nama ‘geng klithih’.
Pelaku klithih berkelompok dengan kendaraan bermotor dengan tujuan tidak pasti. Mereka mencari sasaran orang lain untuk diserang atau dianiaya. Tujuan nglithih untuk memperlihatkan bahwa seseorang ingin dilihat lebih ‘superior’ dari orang lain. Si pelaku klithih akan merasa bangga dan puas bila dia berhasil mengintimidasi orang lain. Cerita yang beredar dalam masyarakat mengatakan bahwa melukai orang lain merupakan bentuk latihan untuk membuat para anggota geng percaya diri dan diterima dalam komunitasnya.
Memerangi ‘Klithih’
Tuntutan masyarakat untuk memerangi geng klithih semakin santer. Kelakuan generasi muda yang sudah menjurus pada aksi kriminal harus segera diakhiri. Sudah saatnya menghilangkan rasa was-was dan mengembalikan Yogyakarta sebagai ikon kota pelajar maupun budaya. Walaupun pelakunya masih remaja, perilaku mereka berakibat fatal bagi dirinya maupun korbannya. Urusan moral tidak hanya sekedar mengajari atau mencontohkan kebajikan namun juga memastikan bahwa setiap orang berperilaku baik.
Tidak hanya generasi muda yang harus diberikan pemahaman tentang buruknya perilaku klithih namun juga orangtua. Banyak orangtua yang tidak menyadari bahwa fasilitas dan kelonggaran yang diberikan pada anaknya belum tentu tepat. Apapun yang dilakukan generasi muda yang salah jalan ini tidak lepas dari orangtua yang memberikan kebebasan yang kebablasan. Motor menjadi alat utama anggota geng motor beraksi.
Diperlukan penegakan aturan yang tegas dalam keluarga namun tidak mengekang seperti kapan remaja boleh mengendarai kendaraan bermotor atau ke luar malam. Orangtua harus tahu keberadaan putra-putrinya di malam hari apalagi jelang tengah malam sampai pagi. Mengantar dan menjemput anak manakala belum diperbolehkan menaiki kendaraan bermotor atau keluar di malam hari adalah tugas orangtua. Bagi orangtua, mungkin kegiatan seperti itu sedikit memberatkan. Namun hal itu adalah kewajiban orangtua terhadap anak yang mampu menjauhkan mereka dari hal-hal negatif.
Sekolah menjadi alternatif penyaring moral generasi muda secara formal setelah keluarga. Banyaknya anak usia sekolah yang belum saatnya mengendarai motor menjadi persoalan tersendiri bagi pihak sekolah. Sekolah harus tegas membuat aturan yang melarang siswa mengendarai kendaraan bermotor ke sekolah. Biasanya para siswa yang belum saatnya mengendarai kendaraan bermotor akan menitipkan kendaraan mereka di luar area sekolah. Sekolah bersama dengan aparat harus melakukan langkah penertiban agar tidak menjadi pembenaran bagi para siswa yang belum saatnya mengendarai kendaraan bermotor, berkendara di sekolah. Pendekatan sekolah yang tepat akan menjadikan siswa terbuka dan cerdas dalam menilai suatu yang baik dan tidak baik sehingga masalah yang mereka hadapi dapat terpecahkan.
Satgas