Ujian Kebangsaan

Photo Author
- Kamis, 23 Maret 2017 | 10:48 WIB

TIDAK ada bangsa yang sempurna. Namun kita sudah bersepakat bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah tanah air yang harus kita jaga. Dan Pancasila telah menjadi rumah besar bagi kebangsaan di mana keberagaman dan kebhinekaan yang dimiliki Indonesia harus membawa pada tujuannya, yakni kesejahteraan rakyat dan keadilan sosial. Peneguhan Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara penting dilakukan, sama pentingnya dengan komitmen menjaga NKRI.

Namun, bicara soal Pancasila tidak boleh hanya terhenti pada gagasan ideologis, melainkan bagaimana ideologi itu bekerja. Bagaimana sila-sila dalam Pancasila itu diterjemahkan dalam pengambilan kebijakan pemerintah dalam mengutamakan daulat rakyat.

Memang tidak mudah untuk menumbuhkan rasa dan kegairahan berbangsa di tengah-tengah keragaman dan persoalan yang begitu kompleks. Belum lagi kita tidak cukup mampu menahan gempuran nilai luar yang selaras dengan pengaruh dinamika global dewasa ini, seringkali benturan dan merusak tatanan nilai lama yang ada. Sehingga terjadilah dekadensi nilai yang berdampak terhadap runtuhnya nilai-nilai kebangsaan. Di sinilah perlunya langkah-langkah untuk mengedepankan semangat persatuan dan kebangsaan yang bersumber dari ideologi yang kita miliki bersama, yakni Pancasila. Pancasila sebagai Dasar Negara sering kali menjadi ‘anak tiri’ jikalau kita cermati bagaimana arah kebijakan pembangunan. Seringkali pembangunan fisik adalah mutlak dilakukan, namun seringkali lupa pada pembangunan manusianya. Tidak mengherankan jika kemudian banyak masalah yang muncul disebabkan karena mental kemanusiaan kita.

Seperti yang disampaikan Sultan Hamengku Buwono X dalam Merajut Kembali Keindonesiaan Kita, bahwa Indonesia besar bukan hanya dalam angka-angka statistik, seperti jumlah penduduk atau luas negara, atau panjang pantai di dunia dan seterusnya. Tetapi bangsa ini juga besar dalam skala permasalahan mendasar yang harus dihadapi setiap saat. Maka, kasus ‘bancakan’ e-KTP di kalangan elite, kekerasan seksual terhadap anak dalam pelbagai bentuk hingga fenomena klithih di DIY yang menyasar masyarakat kelas bawah menjadi bukti bahwa kebangsaan kita sedang diuji. Di sinilah perlunya membangun komitmen kebangsaan dengan menggerakkan moral/kolektif nasional. Penyadaran kembali terhadap segala tantangan bangsa dan penegasan kembali Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara.

Terus apa hubungannya Pancasila dengan kekerasan anak, klithih hingga kasus e-KTP? Inilah yang ditakutkan para pendiri bangsa ketika Pancasila bukan lagi menjadi ideologi yang bekerja. Ketika nilai-nilai Pancasila yang berkembang di dalam sistem bermasyarakat dan berbangsa pun semakin langka. Pendidikan sudah mengarah pada gaya baru yang meninggalkan falsafah pendidikan yang digagas Ki Hadjar Dewantara. Di mana keluarga, sekolah, masyarakat adalah Sekolah Pancasila sesungguhnya.

Begitu juga sistem demokrasi kita, tak secuil pun mencerminkan demokrasi yang sarat dengan tumbuhnya nilai-nilai Pancasila. Pada akhirnya demokrasi tumbuh tanpa nilai-nilai berketuhanan, persatuan dan musyawarah, justru sebaliknya muncul fenomena Tuhan diajak kampanye dan serangan fajar. Maka tidak asing lagi kualitas hasil demokrasi tersebut memunculkan kasus-kasus bancakan e-KTP dan lain sebagainya.

Karena itu, pendidikan kebangsaan yang diwujudkan secara sistematis dan berkelanjutan di sekolah-sekolah dan masyarakat menjadi sangat mendesak dan signifikan, Sehingga masyarakat kita mempunyai weltanschauung yang mementingkan keadaban publik dan bangsanya. Mekanisme pendidikan kebangsaan inilah sebagai faktor penting untuk menjadikan mentalitas seseorang terbangun dengan kuat. Juga tidak mudah digoyahkan ‘isme-isme’ yang menggerogoti serta menghancurkan eksistensi individu yang bersangkutan, begitu pula sosial masyarakatnya.

Proses pemanduan pendidikan kebangsaan ini, terutama dilakukan oleh segenap warga masyarakat melalui kontrol dan masukan kritis dan cerdas dalam rangka ‘menyelamatkan’ krisis kepercayaan terhadap ideologi Pancasila di era kekinian. Disadari bersama bahwa Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara, telah dikepung ideologi lain. Selain mengakibatkan degradasi nilai-nilai Pancasila, kehadiran ideologi lain berakibat mengendorkan komitmen kebangsaan.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: ivan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X