Melarang Transportasi Online Tanpa Solusi?

Photo Author
- Rabu, 15 Maret 2017 | 08:15 WIB

BEBERAPA hari terakhir, wacana pelarangan transportasi online oleh pemerintah DIY semakin hangat diperbincangkan. Sebagian masyarakat khawatir apabila peraturan tersebut benar-benar diimplementasikan. Banyak di antaranya sudah telanjur bergantung pada transportasi online yang dianggap praktis, mudah, fleksibel, dan terjangkau bagi semua kalangan.

Bagaimanapun tak dapat dipungkiri, tingginya mobilitas telah menjadi bagian tuntutan zaman yang serba terkoneksi. Sehingga logis, apabila efisiensi biaya dan waktu menjadi dua hal yang kerap dipertimbangkan dalam memilih moda transportasi. Namun pemerintah sepertinya belum serius merespons. Buktinya sampai saat ini belum ada satu pun moda angkutan umum yang efisien. Sudah begitu, masih diliputi sejumlah keluhan seperti: waktu tunggu dan waktu tempuh yang terlampau panjang.

Angkutan Konvensional

Bagaimana dengan angkutan konvensional lainnya? Angkutan jenis ini seringkali tidak pasti, baik dari segi waktu, frekuensi ketersediaannya, pun harganya tak jarang cukup menguras kocek. Pelayanannya pun masih perlu banyak dikoreksi.

Sekarang coba bandingkan dengan transportasi online. Bagi yang sudah berlangganan, pastinya tahu bahwa transportasi online memiliki kelebihan dari segi waktu dan biaya. Selain itu, moda transportasi online juga memiliki paradigma costumer first. Sementara, model pelayanannya ‘menjemput bola’ bukan ‘menunggu bola’. Sudah begitu, ada keterjaminan mutu pelayanan karena diawasi langsung oleh pelanggan melalui ratting achievment setelah transaksi.

Perihal keamanan bagi para pelanggan sudah pasti terjamin, lantaran pelanggan dapat mengetahui identitas driver, dan driver juga terpantau oleh radar server. Begitu juga sebaliknya, setiap pelanggan terdeteksi dengan baik oleh sistem. Sehingga risiko ketidakamanannya relatif kecil. Hal itulah yang kemudian membedakan dari moda transportasi lainnya, yang cenderung menempatkan consumer dalam posisi nomor dua (asimetris). Jangankan quallity control, segala sesuatu yang merugikan konsumer sekalipun sulit diadukan. Apabila diadukan pun tidak ada tindak lanjut yang berarti.

Mengurangi Kecemburuan?

Jika alasannya hanya untuk mengurangi kecemburuan, tentu peraturan ini merupakan langkah mundur dan tidak solutif. Karena semestinya inovasi bukan untuk dihambat.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: ivan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X