PEMBUNUHAN Kim Jong Nam, kakak tiri pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong Un berbuntut panjang. Setelah diduga pembunuhnya melibatkan Warga Negara Indonesia (WNI) Siti Aisyah, kasus tersebut juga berujung pada panasnya hubungan diplomatik antara Malaysia dengan Korut. Tensi meningkat setelah Malaysia menyatakan Duta Besar (Dubes) Korut untuk Malaysia persona non grata atau diusir dari Malaysia.
Langkah tersebut dibalas Korut dengan pertama, mengusir Dubes Malaysia di Korut. Ternyata tindakan tersebut belum merupakan klimaks dari buntut pembunuhan Kim Jong Un. Kedua, segera setelah Korut mengusir Dubes Malaysia, diikuti dengan langkah melarang seluruh warga negara Malaysia yang berada di Korut untuk keluar dari wilayah Korut (7/3). Tindakan Korut tersebut dibalas Malaysia dengan menyegel Kedutaan Besar Korut dan memeriksa setiap pegawai dan warga Korut yang keluar masuk kedutaan. Aksi berbalas reaksi tersebut sebenarnya merupakan tindakan normal dalam hubungan diplomatik, prinsip resiprositas.
Sekalipun aksi berbalas reaksi merupakan hal yang lumrah dalam ketegangan diplomatik, namun langkah melarang warga Malaysia yang hendak meninggalkan Korut bukanlah suatu kewajaran. Mungkin tindakan tersebut merupakan tindakan pertama yang dilakukan oleh sebuah negara. Walaupun Pemerintah Korut melalui kantor berita KCNA menjamin keamanan dan kebebasan warga Malaysia yang bekerja dan berkegiatan di Korut selama larangan meninggalkan Korut berlaku. Reaksi Malaysia relatif terukur dalam menyikapi tindakan Korut, langkah penyegelan Kedubes Korut merupakan pilihan rasional maksimum yang bisa dilakukan Malaysia. Lebih dari itu akan berisiko semakin memperburuk situasi, namun jika tidak melakukan apa-apa akan menjadi preseden dalam sejarah diplomasi Malaysia.
Ada beberapa langkah yang harus dilakukan oleh kedua negara. Pertama, tindakan ‘penyanderaan’ warga negara Malaysia dan penyegelan Kedubes Korut rawan memunculkan situasi kemanusiaan, harus segera diakhiri. Harus ada komunikasi antara Malaysia dan Korut untuk mengakhiri drama tersebut. Tindakan berbalas persona non grata sudah merupakan level tertinggi konflik diplomatik antarnegara sebelum pembekuan dan penutupan misi diplomatik. Diplomasi mengedepankan cara-cara yang beradab dan patuh akan norma internasional.
Kedua, membuka komunikasi level pejabat strategis. Tidak ada pilihan lain selain membuka komunikasi untuk mengurai kekusutan imbas pembunuhan Kim Jong Un. Pendekatan komunikasi juga dapat dilakukan pihak ketiga.
Korut memiliki ketergantungan terhadap Malaysia. Mengingat ribuan warga Korut berada di Malaysia sebagai pelajar, mahasiswa, dan pekerja. Hal tersebut berbanding terbalik dengan Malaysia, hanya 11 warga negara Malaysia berada di Korut saat ini. Langkah ‘penyanderaan’ merupakan langkah irasional yang diambil oleh Rezim Korut. Rezim Korut kerap dianggap irasional dengan berbagai kebijakannya.
Kasus pembunuhan Kim Jong Nam sendiri masih diselidiki pihak berwenang di Malaysia. Korut sejak awal meminta agar jenazah Kim Jong Nam dapat diserahkan, namun ditolak oleh Malaysia karena alasan kepentingan penyidikan. Hal tersebut menjadi pangkal meningkatnya tensi diplomatik saat ini.
Upaya pembunuhan Kim Jong Nam terkesan tidak dipersiapkan dengan baik dan serampangan. Menggunakan racun Agen VX, pembunuhan dilakukan di Bandara Internasional Kuala Lumpur (KLIA) yang memiliki banyak kamera pengawas, dilakukan tersangka multikewarganegaraan yang tidak memiliki sangkut paut dengan Kim Jong Nam. Analisis awal dan awam menyimpulkan pembunuhan tersebut dilakukan oleh organisasi intelijen karena Kim Jong Nam dianggap sebagai ancaman. Penggunaan racun untuk membunuh jamak dilakukan dalam praktik intelijen hitam.