Surat Suara Tidak Sah Menuju Sengketa

Photo Author
- Senin, 6 Maret 2017 | 23:58 WIB

BARANGKALI pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Yogyakarta, tidak akan gegap gempita hingga ke Mahkamah Konstitusi, meski selisih suara antara pasangan nomor urut 1 dengan nomor urut 2 tidak terpaut jauh atau sebanyak 1.187. Ironisnya selisih itu, kalah dengan perolehan suara tidak sah yang mencapai 14.355 suara. Sungguh sangat fantantis. Pilkada Yogyakarta yang sejak awal lancar berubah menjadi gaduh hingga sampai ke proses hukum.

Dari catatan penulis, barangkali baru pertama kali kasus terjadi di Yogyakarta bahkan mungkin di DIY sejak pemilu era reformasi. Perselisihan hasil pemilu baik itu pileg, pilpres dan pilkada digugat dan diajukan ke Mahkamah Konstitusi. Bahkan pada pemilu legislatif dan Pemilu Presiden 2014 lalu DIY menjadi barometer penyelenggaraan pemilu yang luber dan jurdil. DIY menjadi satu-satunya provinsi di Indonesia yang tidak menjadi dan tidak ada sengketa pemilu yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi.

Penyelenggara Baru?

Ada berbagai pertanyaan dimata masyarakat. Kenapa pilkada di Kota Yogyakarta yang adem dan nyaman di proses perjalanannya, menjadi gaduh di endingnya secara politis dan hukum? Apakah surat suara tidak sah itu benar-benar suara tidak sah, sebagaimana yang diatur didalam peraturan KPU dan petunjuk teknis KPPS? Ataukah penentuan suara sah dan tidak sah itu, hanya kesepakatan dari KPPS yang diamini para saksi dan Panitia Pengawas TPS? Yang barangkali pemahaman soal suara sah dan tidak sah sangat minim?

Jika mengacu dari sample pembukaan yang dilakukan saat rekapitulasi di KPU, baik itu di TPS 04 Kotabaru dan TPS 14 Muja-Muju yang direkomendasikan Panwas Kota Yogyakarta, suara tidak sah menjadi suara sah untuk pasangan nomor urut 1, maka boleh jadi ada keteledoran/kekurangcermatan atau patut diduga unsur sengaja, untuk memanipulasi suara sah menjadi tidak sah. Apabila itu bisa dibuktikan adanya unsur sengaja oleh penyelenggara untuk menghilangkan hak pilih warga sebagai hak konstitusi, maka sudah sepantasnya tindak pidana pemilu patut diberikan kepada penyelenggara pemilu. Minimalnya penyelenggara pemilu tingkat bawah, baik itu KPPS maupun Pengawas Pemilu TPS tidak paham mengenai penentuan suara sah dan tidak sah. Begitu pula dengan para saksi, yang juga tidak memahami penentuan suara sah dan tidak sah.

Ketidakmengertian atau kekurangpahaman soal regulasi petugas KPPS soal tugasnya, memang dirasakan oleh hampir semua petugas KPPS didalam Pilkada Kota Yogyakarta. Adanya surat edaran KPU yang mengamanatkan, jika petugas KPPS tidak bisa dijabat oleh petugas KPPS yang sudah bertugas dua kali, menjadi alasan banyak petugas KPPS yang orang baru. Selama ini petugas KPPS, diisi oleh Ketua RW maupun Ketua RT-RT. Namun dengan adanya Surat Edaran KPU itu, membuat petugas KPPS hampir semua baru. Sayangnya petugas baru itu, tidak diimbangi dengan pemahaman atau bimtek yang sangat intens, terhadap petugas yang paling bawah di TPS. Akibatnya yang terjadi, Yogyakarta yang selama ini menjadi barometer pemilihan umum, karena pemilu yang bersifat luber jurdil tanpa sengketa, tidak jauh berbeda dengan daerah lain.

Pemahaman Regulasi

Selain mungkin karena minim dan rendahnya pemahaman regulasi bagi penyelenggara pemilu. Boleh jadi suara tidak sah yang cukup signifikan dibanding Pilpres 2014, atau bahkan mungkin Pemilu 2009 lalu, ketika kebiasaan mencoblos diganti dengan mencontreng. Satire dan perlawanan terhadap Pilkada Yogyakarta, dilakukan oleh pemilih Yogyakarta, berkaitan dengan calon pasangan yang tampil dalam ajang demokrasi lima tahunan untuk memilih Walikota dan Wakil Walikota Yogyakarta.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: ivan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X