Bila pilkada terselenggara sebagai bagian cinta kepada negara, dipastikan tidak ada gesekan, kecurangan, hoax dan kejahatan lainnya. Suasana kondusif, adem-ayem, tata titi tentrem, pasti menyertainya.
Dalam spirit kebangsaan, utamanya sila ke-1 ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’ dipahamkan bahwa segala aktivitas manusia hendaknya dilakukan dalam rangka ibadah. Dalam konteks pilkada, walaupun begitu sarat aktivitas politik, namun hendaknya tidak terseret ke pola demokrasi liberal dan sekuler, menghalalkan segala cara, melainkan tetap terjaga sebagai akivitas politik berbasis Pancasila. Dengan demikian, siapapun terlibat di dalamnya hendaknya berusaha semaksimal mungkin menunjukkan jati-dirinya sebagai manusia beradab, mampu berbuat adil sebagai buah budi pekerti luhur.
Kemuliaan Adalah wajar semua peserta pilkada ingin keluar sebagai pemenang. Akan tetapi sangat disayangkan, bila kemenangan dimaknakan sebagai tujuan akhir. Pilkada mesti dipahami sekadar sarana mencintai negara, bentuk peribadatan, sarana memperoleh kemuliaan. Muara dari segala aktivitas politik itu adalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dalam naungan ridha Allah SWT.
Benar celotehan si Doel, kini Agus-Silvie dan keluarganya dapat menikmati kemuliaannya, beristirahat, berlibur menikmati keindahan alam di Tawangmangu. Demi kemuliaan bangsa secara keseluruhan, dipastikan Agus-Silvie dan keluarganya mampu mengalihkan suara pemilihnya kepada pasangan calon gubernur terbaik untuk DKI Jakarta. Siapa? Tanyakan pada si Doel.
(Prof Dr Sudjito SH MSi. Guru Besar Ilmu Hukum UGM. Artikel ini dimuat Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat, Kamis 23 Februari 2017)