Simalakama Transaksi Daring

Photo Author
- Rabu, 22 Februari 2017 | 11:32 WIB

DEMONSTRASI yang dilakukan para sopir taksi di Yogyakarta beberapa waktu lalu sebenarnya mewakili persoalan sosial ekonomi yang pelik nan rumit. Di balik demonstrasi menentang kehadiran jasa antarjemput daring seperti Gojek, Grab, dan Uber tersembunyi realitas yang memilukan. Sekaligus memojokkan mereka yang lemah berhadapan dengan teknologi informasi.

Bayangkan saja, tiba-tiba ribuan tukang becak dan sopir taksi kehilangan penghasilan karena direbut pesaing baru yang lebih murah, mudah, dan berkualitas. Akankah pemerintah membiarkan terjadinya persaingan tak seimbang ini? Sementara itu sungguh tidak mudah merumuskan kebijakan yang tepat supaya lahir tata ekonomi yang efisien tetapi sekaligus melindungi mereka yang lemah dalam teknologi digital.

Kegagalan pemerintah mengambil dan mengeksekusi kebijakan yang tepat untuk mengatasi ketidakseimbangan persaingan tersebut di atas dapat memicu persoalan sosial yang berat karena semakin meluasnya kesenjangan kesejahteraan ekonomi. Lebihlebih bila kita sadari bahwa sebenarnya banyak wilayah kegiatan ekonomi lain yang mengalami situasi yang sama. Bukankah jutaan pemilik toko kelontong di desa-desa telah tergusur secara sistematis oleh merebaknya jaringan minimarket?

Sebagian besar dari yang tergusur kegiatan ekonominya ini adalah mereka yang memang lemah dari berbagai sisi seperti modal, pengetahuan, daya inovasi dan pembelaan. Rezeki dari pekerjaan tradisional mereka sungguh menyangkut kebutuhan dasar hidup yakni makan atau tidak. Dengan kata lain, perkara hidup atau mati.

Dalam perkara genting seperti ini, negara harus hadir dan melakukan pembelaan yang memadai. Bila pemerintah membiarkan saja terjadinya persaingan bebas antara mereka yang berdaya dan yang terperdaya secara digital maka agenda pembangunan bisa terhambat oleh kekacauan sosial yang mestinya bisa dihindari.

Sumber persoalan dari masalah di atas adalah terbukanya model baru transaksi ekonomi yang melangkahi mereka yang selama ini berfungsi sebagai perantara. Para sopir taksi menjadi korban dari semakin tidak relevannya perusahaan taksi yang semula menghubungkan pelanggan dan sopir lewat komunikasi radio. Dengan aplikasi digital sederhana, saat ini pelanggan dapat langsung melakukan transaksi dengan sopir secara sangat terkoordinasi dan bersifat transparan. Banyak perusahaan taksi terlambat melakukan perubahan dalam memanfaatkan kemajuan teknologi digital. Tukang becak bahkan tidak mampu berbuat apa-apa karena jasa ojek daring menawarkan model transaksi yang lebih mudah, murah dan cepat.

Pemerintah mempunyai hak, kewajiban, dan kewenangan mengatur transaksi ekonomi warganya sedemikian rupa menjamin terwujudnya keadilan sosial yang merupakan amanat suci Pancasila. Dari berbagai kasus beroperasinya transaksi daring, tampak bahwa pemerintah belum mempunyai kerangka yang komprehensif. Pemerintah terkesan membiarkan saja perubahan model transaksi ekonomi baru ini berjalan secara alami meskipun banyak menelan korban mereka yang lemah.

Memang pada tempatnya bila pemerintah mendorong berkembangnya model ekonomi daring karena model ini membantu menciptakan tata ekonomi yang efisien. Untuk itu sebaiknya pemerintah memfasilitasi golongan yang lemah secara digital untuk memiliki kesiapan memasuki era persaingan baru. Sebenarnya pemerintah punya banyak pilihan dan kesempatan asal sungguh mempunyai semangat keberpihakan kepada mereka yang lemah.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: ivan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X