Kongsi Korupsi
Yang menarik, konon banyak cukong pilkada yang telah bersatu dalam jaringan atau kongsi yang dibentuk berkelindan dengan maraknya korupsi berjamaah. Lebih konkretnya, para cukong pilkada bersatu membentuk kongsi untuk korupsi bersama penyelenggara negara yang telah terikat kerja sama dengan mereka.
Dalam hal ini, mereka akan bekerja sama saling menguntungkan. Jika ada yang terjerat kasus hukum maka akan dibantu sepenuhnya agar bisa bebas. Atau kalau pun harus masuk penjara tidak akan lama atau bahkan bisa saja tetap bebas. Itulah sebabnya, maraknya korupsi berjamaah kemudian diwarnai dengan kisahkisah tentang narapidana korupsi yang ternyata bisa bebas ke luar masuk penjara. Atau tidak sedikit narapidana kasus korupsi yang hidup nyaman di dalam penjara karena kamar selnya mirip kamar hotel berbintang.
Jika isu tentang adanya cukong pilkada betulbetul dan bukan hanya isapan jempol belaka, hanya rakyatlah yang bisa menampik kehadiran cukong pilkada dengan menampik politik uang. Pertanyaannya, mampukah rakyat sekarang (yang masih banyak dijerat kemiskinan) menolak politik uang yang selalu menggiurkan?
Jawaban atas pertanyaan di atas akan menentukan, apakah pilkada akan menghasilkan pemimpin daerah yang baik atau buruk, dan semuanya tergantung rakyat yang memilihnya.
(Dr Asmadji As Muchtar. Wakil Rektor III Universitas Sains Al-Quran, Wonosobo, Jawa Tengah. Artikel ini dimuat Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat, Selasa 14 Februari 2017)