Nyamanisasi Yogya

Photo Author
- Kamis, 9 Februari 2017 | 07:19 WIB

KOTA Yogyakarta secara geo-kultural, tidak sebatas wilayah administratif pemerintahan Kota Yogyakarta. Teba wilayah kultural kota Yogya, multidimensional yang merambah seantero kawasan geografis di sekitarnya. Bahkan DIY sendiri, dalam banyak hal, dapat terwakili dengan hanya menyebut Yogyakarta. Representasi DIY sekaligus, secara spiritualitas historis kultural, menyumbang totalitas karakter kenusantaraan Indonesia.

Karena itu, semangat karakteristik kawasan kultur Yogya harus dirawat, oleh para pemukim dan pengunjungnya. Masyarakat seluruhnya. Proses upaya perawatan tersebut dapat dikatakan sebagai kerja dan karya ‘nyamanisasi’ Yogya. Program bersama. Pernyataan ‘nyamanisasi’bukan berarti selama ini Yogya tidak nyaman. Tetapi, tidak bisa dipungkiri, ada perasaan tidak nyaman saat melihat sejumlah gejala yang muncul ke permukaan sebagai peristiwa nyata.

Dalam dua tulisan saya terdahulu di harian ini, ‘Yogya, Sekolah Kebangsaan’ dan ‘Yogya, Kota Kekayaan Bangsa’ telah disebutkan keunggulan daya saing realitas empirik historis kultural kota budaya ini dalam tata pergaulan bangsa. Saat ini masyarakat Yogya, para penghuni, pelewat, pelawat, pengembara, dan pengunjungnya, sudah mulai merasakan beberapa hal yang mengganggu kenyamanan bersama. Kota Yogya sejauh ini masih tergolong kota yang nyaman dalam banyak hal, tetapi dalam sejumlah hal pula, upaya ‘nyamanisasi’ sangat perlu dilakukan agar potensi ketidaknyamanan tidak menjadi jeratan sosial yang menggurita.

Fasilitasi Kepariwisataan

Yogya, kota wisata. Kota layak kunjung menuju kota nyaman kunjung. Bahkan, telah menjadi salah satu kota pilihan para pelawat domestik maupun manca. Hampir setiap sudut kota tersedia fasilitasi kepariwisataan. Baik infrastruktur fisik visual, sarana mobilitas, sediaan ragam produk, sajian destinasi, koleksi, tontonan, maupun penyediaan jasa layanan rekreasi dan konvensi oleh sumber daya manusia profesional dan kompeten. Dengan suatu catatan, terdapat fasilitasi yang berlebih dan menjamur : bangunan perhotelan dan pusat belanja moderen. Kehadirannya, membawa dampak ikutan multidimensional. Kelengahan dalam penataan dan pemanfaataannya dapat menjadi bumerang sosiokultural, arsitektural bangunan dan kawasan, serta lingkungan hidup. Perlu, ‘nyamanisasi’ melalui upaya harmoni-sinkronisasi keberadaan hotel dan pusat belanja.

Sebagai kota layak kunjung, energi ‘nyamanisasi’ menjadi prasyarat utama. Terkait dengan masalah ini, dapat dilihat efeknya. Seperti (1) Yogya sudah mulai tertular wabah ‘jalan macet’ oleh padatnya beragam moda transportasi dan padatnya pengunjung. (2) Lahan-lahan parkir kendaraan makin terbatas hingga merambah hampir di setiap trotoar dan badan jalan. (3) Menjamurnya fasilitasi luar ruang, terutama jasa warungan bongkar pasang, yang membawa akibat ketidaknyamanan para pejalan kaki dan risiko sanitasi limbah, serta gangguan fasilitas umum. (4) Sejumlah area publik dengan luasan terbatas, bahkan sejumlah ruas jalan dan trotoar terkena luberan pesinggah, memperlemah kontrol atas limbah ringan dan sampah. (5) bersamaan dengan kondisi itu, para pemungut jasa pengamen, lebih dirasa mengganggu, berisik, dan kehilangan cita rasa hiburannya. (6) Ruang terbuka hijau sangat-sangat terbatas, taman-taman kota yang minim mulai banyak tidak terawat, pohon perindang jauh berkurang dan kota lebih menampakkan ‘tanaman beton’ daripada hijau pohonan. (7) Kawasan penyangga pemukiman kota yang ideal, karena alasan strategis telah bergeser bergerak cepat menjadi kawasan usaha; sehingga menampak adanya ketidakjelasan desain tata ruang kota. (8) Akumulai pergerakan pengunjung terkonsentrasi pada sejumlah kawasan utama (Malioboro dan sekitarnya) dan sebarannya kurang merata akibat terpusatnya penyediaan kemudahan fasilitasi. (9) Fasilitasi kebutuhan warga dan pengunjung yang menyerbu pinggiran kota, terutama tempat makan dan hiburan, berubah menjadi satelit-satelit kota yang gemerlap sekaligus menyimpan sumbu kerawanan dan gangguan sosial.

Tindak Iseng

Gangguan sosial berupa tindak iseng, serangan dengan kekerasan fisik, klithih, vandalisme, geng remaja, tawuran, tindakan intoleransi dan kontra keragaman, sudah sering tercium merebak meriak di kota Yogya dan sekitarnya. Semuanya butuh langkah-langkah penanganan strategis melalui perawatan sosio-kultural terus-menerus, berupa ‘nyamanisasi’. Rupanya, diperlukan desain kreatif-inovatif dan kawalan program : ‘nyamanisasi Yogya’. Yogya, kota pendidikan. Tentu, membawa pula sejumlah konsekuensi fungsi kota kawah candradimuka kader-kader bangsa. Masihkah? Yogya kota pensiunan, nyaman dihuni nyaman dikunjungi. Itu dulu, sekarang?

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: ivan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X