Ketika wacana sertifikasi khatib ini nantinya akan benar-benar diberlakukan tentunya arahnya bukan untuk membatasi konten atau isi dari ceramah (khotbah) keagamaan. Akan tetapi lebih pada penyeragaman kompetensi dan melindungi publik dari ajaran-ajaran keagamaan yang sesat. Adapun terkait dengan konten ceramah yang disinyalir ada yang mengarah pada persoalan SARA alangkah lebih baik dengan dilakukan kontrol sosial oleh publik dan juga oleh institusi atau ormas yang selama ini menaungi para khatib/ustadz. Sehingga akan mengurangi prasangka negatif kepada pemerintah yang terkesan repersif dan memihak golongan tertentu.
Kedewasaan sosial publik saat ini menjadi kunci untuk menjaga kondusivitas interaksi yang terjalin antarumat beragama. Konflik horisontal yang mengarah kepada SARA harus segera diselesaikan dan ini tentunya bukan hanya tanggung jawab pemerintah. Setiap elemen masyarakat memiliki tanggung jawab yang sama besarnya, tentunya dengan mengedepankan urusan negara dibandingkan dengan urusan pribadi atau kelompok. Adapun itikad baik pemerintah untuk melakukan sertifikasi perlu kita kawal bersama, tentunya dengan mengedepankan rasa keadilan dan aspirasi publik. Sehingga bersama kita merasa memiliki rasa tanggung jawab untuk menjaga perdamaian serta toleransi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
(Agung SS Widodo MA. Peneliti Sosial Politik Pusat Studi Pancasila UGM. Artikel ini dimuat Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat, Rabu 8 Februari 2017)