DISKUSI tentang pendidikan kejuruan atau vokasi, di level pendidikan menengah para akademisi lebih terfokus pada Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Padahal, selain SMK masih ada Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) dan Sekolah Luar Biasa (SLB) Program Kemandirian yang jumlahnya lebih banyak dari SMK. Begitu juga pada level pendidikan tinggi, para birokrat fokusnya masih Politeknik. Padahal, banyak universitas yang menyelenggarakan pendidikan vokasional.
Data di Kemendikbud terdapat 13.255 SMK, 19.731 lembaga kursus, dan 44 SLB program kemandirian. Jumlah yang sangat banyak untuk menghasilkan tenaga terampil berbagai bidang melalui sektor pendidikan vokasi. Sayangnya, penyelenggaraan ketiga jalur tersebut (SMK, LKP, dan SLB) masih berjalan sendiri-sendiri. Lemahnya link and match dengan pasar kerja (dunia usaha dan dunia industri/DUDI) masih menjadi permasalahan klasik hingga sekarang.
Merujuk salah satu dari 16 prinsip pendidikan vokasional yang dikemukakan oleh Prosser (1950) bahwa : training meets the market demands for labor whatever these may be in any given occupation. Pendidikan vokasi harus memperhatikan permintaan pasar. Sementara di Indonesia masih banyak yang supply driven. Akibatnya, pada bidang keahlian tertentu tenaga kerja over supply.
Kebijakan Pemerintah
Salah satu unsur utama yang menyebabkan permasalahan tersebut adalah tidak terintegrasinya antarsektor. Baik antarlembaga pendidikan dan pelatihan itu sendiri, terlebih antara lembaga pendidikan dan pelatihan dengan sektor pasar kerja. Ke depan, pendidikan vokasi haruslah bersifat demand-driven. Berbagai sektor terkait harus terintegrasi. Perlu upaya penyelarasan kebutuhan tenaga kerja di industri dengan lembaga pendidikan dan pelatihan kerja sebagai pemasok. Tentu, hal tersebut harus didukung dengan regulasi yang baik sebagai payung hukum, dengan mengefektifkan pembiayaan dari anggaran negara.
Presiden Joko Widodo serius ingin membenahi pendidikan vokasi di Indonesia. Telah dicanangkan revitalisasi pendidikan vokasional melalui Inpres No 9 Tahun 2016. Kemudian ditindaklanjuti dengan nota kesepahaman antara Kemenperin, Kemendikbud, Kemenristekdikti, Kemenaker, dan Kementerian BUMN tentang pengembangan pendidikan kejuruan dan vokasi berbasis kompetensi yang link and match dengan industri.
Terdapat tiga jalur revitalisasi pendidikan vokasional, yaitu revitalisasi Politeknik dan Akademi Kejuruan, revitalisasi Balai Latihan Kerja dan program magang bersertifikat, serta revitalisasi SMK. Road map Kemendikbud mencakup enam aspek strategis yang menjadi bahan revitalisasi: (1) pelibatan DUDI, (2) penyelarasan kurikulum, (3) sertifikasi kompetensi lulusan, (4) penyediaan dan peningkatan kualitas guru, (5) pengembangan lembaga, dan (6) akreditasi dan penyelenggaraan. Pada aspek pengembangan lembaga, hingga 2020 akan didirikan 400 SMK baru dengan 16.000 ruang kelas untuk menampung 850.000 siswa baru. Pada aspek penyediaan dan peningkatan kualitas guru, diperlukan pemenuhan 90.000 guru SMK/SMA-LB yang bersertifikat kompetensi. Pada aspek sertifikasi kompetensi lulusan, diharapkan 100% lulusan SMK mendapat sertifikat kompetensi yang diakui DUDI.
Peran LPTK