BILA disederhanakan, mitos itu ada dua, yakni mitos tradisional dan mitos modern. Mitos tradisional berkaitan dengan kepercayaan populer tentang keberadaan dan ‘kekuatan’ sesuatu yang bersifat supranatural, mungkin magis. Mungkin pula dalam bentuk kearifan dan/atau keyakinan lokal, yang dianggap bisa berperan secara positif atau negatif dalam kehidupan manusia.
Hal tradisi(onal) dimaksudkan bahwa kita atau masyarakat merupakan bagian dari sejarah kebudayaan yang telah berlangsung hingga hari ini, dan kita hidup di dalam mitos itu. Ada mitos tradisional yang relatif kondusif dan fungsional terhadap kehidupan. Akan tetapi, ada mitos tradisional yang secara relatif mengungkung, walaupun kita sering tidak mempersoalkannya. Karena kadang kita menjadi tidak sadar bahwa hal itu berjalan dan dirasakan sebagai sesuatu yang natural.
Mitos modern adalah narasi-narasi pasca tradisi(onal) yang diciptakan orang-orang/masyarakat (modern) untuk kepentingan tertentu. Tentu ada banyak mitos modern yang relevan dalam kehidupan yang juga modern, seperti hubungan antara kerja keras dan rezeki, ketekunan dan keberhasilan, dan sebagainya. Kita tidak mempersoalkan benar salahnya mitos.
Dalam kehidupan kita, kedua mitos itu, baik mitos tradisional maupun modern hidup berdampingan, dan bahkan bersaing. Seseorang bisa saja mengeluarkan uang ratusan juta rupiah untuk mengonsumsi bendabenda antik karena narasi mitos yang berkaitan dengan benda tersebut. Sebaliknya, bisa saja seseorang mengonsumsi benda-benda modern, karena mitos prestise dan simbolik dari benda modern tersebut, dan bersedia mengeluarkan uang yang sangat banyak.
Kita memang tidak bisa keluar dari mitos. Mitos tentang keunggulan ras, tentang kecantikan, tentang orang suci dan sebagainya. Mungkin kita berusaha menolak. Akan tetapi, ketika kita menolak mitos tersebut, biasanya kita memakai mitos lain/tandingan, dan masuk ke dalam mitos baru yang kita percaya untuk menolak mitos dominan tersebut.
Baik mitos tradisional maupun modern biasanya muncul dalam berbagai bentuk. Hal yang menarik saat ini adalah bagaimana kedua mitos tersebut muncul dalam berbagai bentuk meme ataupun dalam berbagai ungkapan verbal yang beredar secara viral. Kedua bentuk mitos yang dikemas dan diviralkan tersebut, bisa saja (1) mengukuhkan mitos, dan (2) mendekonstruksi, atau paling tidak mengganggu ingatan dan kesadaran kita.
Terlepas dari soal salah benar, viral dalam kategori mengukuhkan mitos agak sulit dimasukan ke dalam kategori hoax. Hal-hal yang berkaitan dengan nilai-nilai kebajikan, kearifan lokal, petuah-petuah, pribahasa, dalam berbagai penampilan dan ekspresinya tidak bisa dimasukan ke dalam kategori hoax. Terdapat keyakinan dan kepercayaan bersama tentang mitos itu sendiri, walaupun sangat mungkin secara individual, karena keyakinan dan posisi sosial yang berbeda, seseorang mengkategorikannya sebagai hoax.
Yang menarik adalah kategori viral yang diandaikan semacam ‘dekonstruksi’, atau dengan ‘niatan’ mengganggu atau melawan. Terdapat dua kemungkinan. Pertama, mungkin karena perbedaan perspektif dan posisi sosial, maka dekonstruksi berbasis rasionalitas dan etika tertentu, ini juga sulit untuk disebut hoax. Kedua, viralitas dengan niatan mengganggu, melawan, mitos baru yang ada, dan sangat mungkin berbasis ideologi dan posisi sosial tertentu. Maka viral ini bisa terjerumus menjadi hoax.