Dinasti ‘Mbulet’, Korupsi Ruwet

Photo Author
- Sabtu, 7 Januari 2017 | 08:39 WIB

TERTANGKAPNYA Bupati Klaten Sri Hartini oleh KPK pekan lalu, seolah membuka mata kita bahwa praktik korupsi terus menggurita di daerah. Ibarat orang buang angin, korupsi di Klaten sudah tercium sejak lama, namun belum pernah ada pihak yang berani menyentuh aktor utama. Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan komisi antirasuah ini patut diacungi jempol. Di saat pemerintah pusat berkumandang bahwa kini eranya good and clean government, namun masih saja ditemukan perilaku kotor yang mengoyak nurani rakyat. Praktik jual beli jabatan ini ibarat fenomena gunung es. Tak menutup kemungkinan, mufakat jahat seperti itu juga terjadi di wilayah lain.

Benar yang diungkapkan Guru Besar Fakultas Hukum UGM Prof Dr Sudjito SH yang menyebut dugaan suap yang dilakukan Sri Hartini adalah perpaduan tiga hal: politik liberal, ekonomi kapitalistik dan hukum posivistik (KR, 3/1). Ketiga hal tersebut, menurut Sudjito, membuat orang memiliki syahwat berkuasa lama, sekaligus berorientasi materialistik. Gayung pun bersambut saat tak sedikit abdi negara yang ingin naik jabatan lebih tinggi, atau mutasi dari lahan ‘kering’ menuju ‘basah’. Tak tanggungtanggung, harga jabatan mulai eselon III (sekelas Kepala Bidang atau Kepala Bagian) mencapai kisaran Rp 50 juta - Rp 60 juta; kepala sekolah (sesuai kondisi ‘lahan’) tembus Rp 60 juta - Rp 100 juta; sementara mutasi jabatan tanpa mengubah eselon dari ‘kering’ menuju ‘basah’ kisaran Rp 30 juta - Rp 50 juta.

Dinasti ‘Mbulet’

Saat Sri Hartini dilantik sebagai Bupati Klaten pada 17 Februari 2016 lalu, banyak beredar di media sosial betapa ‘mbuletnya’tradisi kepemimpinan di Kabupaten penyangga Yogya dan Solo itu. Tampuk kepemimpinan di Klaten sejak tahun 2000 berputar-putar (mbulet) pada dua keluarga: Haryanto Wibowo dan Sunarna. Pada periode 2000-2005, Haryanto dan Sunarna berpasangan menjadi Bupati-Wakil Bupati Klaten. Dua periode berikutnya (2005-2015) gantian Sunarna yang menjadi Bupati berpasangan dengan Sri Hartini-yang merupakan istri Haryanto. Bak sinetron yang tak kunjung rampung, periode 2016-2021, Sri Hartini terpilih sebagai Bupati didampingi Sri Mulyani, yang merupakan istri Sunarna.

Kisah ‘mbuletnya’ dinasti politik di Klaten adalah fakta keras tak terbantahkan. Kenyataan dinasti politik dapat mudah dijelaskan sebab mereka punya tiga keunggulan yang tidak dimiliki calon lain. Tiga keunggulan tersebut ialah modal kuat, atribusi kedekatan dengan incumbent, dan pemanfaatan instrumen politik. Maka cerita selanjutnya mudah ditebak, salah satu trik untuk melanggengkan kekuasaan adalah menjaga kekuatan kapital: melego jabatan, jual beli izin proyek investor, dan sejumlah perilaku koruptif lainnya. Kian mengejutkan, selain menggeledah di rumah pribadi dan rumah dinas bupati, adalah penggeledahan di ruang kerja Ketua Komisi IV DPRD Klaten Andi Nugrohoanak Sri Hartini. Disini KPK juga menemukan puluhan miliar yang diduga masih ada hubungannya dengan praktik patgulipat Bupati.

Apa yang terjadi di Klaten membuat ingatan melacak praktik kotor korupsi yang telah terjadi sejak dulu, menawarkan upeti. Nyatanya praktik tersebut bukan hanya kewajiban, tapi juga upaya menyuap atasan untuk melanggengkan kekuasaan, meningkatkan karier, jabatan dan kepangkatan.

Merit Sistem

Lalu apa yang mesti dilakukan? Pertama, azas pembuktian terbalik mesti terus diperagakan KPK. Kekayaan yang dimiliki saat sebelum, selama dan sesudah menjabat harus diaudit. Para kepala daerah yang disinyalir kaya mendadak, wajib dimintai keterangan darimana mendapatkannya. Jika kekayaan melonjak drastis tentu dugaan korupsi dapat mudah dibuktikan.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: ivan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X