KEMENTERIAN Agama RI kemarin menapaki usia 71 tahun. Lahir pada 3 Januari dan kemudian tanggal tersebut diperingati sebagai Hari Amal Bakti (HAB) Kementerian Agama RI. Dari sejarah lahirnya hingga kini begitu besar tugas dan tantangan yang dihadapi Kementerian Agama, terutama dalam mewujudkan kerukunan umat beragama. Ancaman intoleransi antarumat beragama selalu ada dan perlu diwaspadai di tengah pluralitas bangsa.
Disadari betapa banyak muncul potensi intoleransi di tengah masyarakat mulai dari kasus yang murni karena persoalan agama (aqidah) hingga persoalan yang ditumpangi kepentingan politik. Agama sering dijadikan alat untuk menggerakkan emosi umat. Sehingga membuat begitu mudah terjadi gesekan, kebencian dan permusuhan antarsesama warga negara.
Sejatinya setiap agama mengajarkan tentang pentingnya kerukunan, kedamaian dan saling mengasihi antara satu dengan yang lain. Namun dalam realitanya masih sering terjadinya permusuhan, kebencian, dan fitnah yang bisa menjadi potensi merusak kesatuan dan persatuan bangsa. Walaupun Kementerian Agama sudah melakukan dialog agama secara rutin sejak digagas oleh Prof Dr Mukti Ali pada tahun 1971, namun praktik intoleransi masih tetap terjadi. Apa sesungguhnya yang salah dalam pengelolaan bangsa ini sehingga benihbenih kebencian selalu ada dan bahkan semakin membesar?
Saling Menghormati
Setiap agama mengajarkan kepada umatnya untuk senantiasa berbuat kebaikan, kedamaian, hidup rukun, saling menghormati, dan cinta pada bangsa dan negara. Dalam ajaran Islam misalnya disebutkan : ‘cinta pada negara adalah sebagian dari iman’. Bahkan dalam Alquran Surat al-Anfal ayat 20 ditegaskan: Hai orang-orang yang beriman, taatlah kamu kepada Allah, dan taatlah kepada Rasulullah, dan yang memegang pemerintahan dari kamu’.
Bangsa Indonesia yang menganut berbagai agama sesungguhnya tidaklah menjadi penghalang untuk memberi sumbangan nyata sebagai wujud nyata dari bela negara. Perbedaan agama yang ada di tengah masyarakat sesungguhnya bukanlah merupakan potensi konflik manakala dimaknai dengan baik. Justru perbedaan agama dalam konteks Bhinneka Tunggal Ika, bisa dijadikan sebagai alat perekat untuk mewujudkan kekuatan yang kokoh dalam membangun bangsa dan negara. Di tengah perbedaan agama yang ada, bisa dicari titik temu untuk berjuang dan berjihad bersama demi bangsa dan negara.
Ada banyak persoalan bangsa dan negara yang bisa dikerjakan secara bersama oleh umat beragama. Persoalan aktual dewasa ini yang merupakan ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan (AGHT) yang dihadapi bangsa adalah masalah korupsi, bencana alam, terorisme, kebodohan, kemiskinan, konflik umat beragama, dan disintegrasi bangsa. Dalam masalah inilah masing-masing agama diharapkan bisa mengambil peran sebagai sumbangan nyata dalam membangun bangsa dan negara. Karena sesungguhnya masalah korupsi, bencana alam, terorisme, kebodohan, kemiskinan, konflik agama dan ancaman disintegrasi bangsa menjadi musuh bersama. Untuk itu diperlukan kerukunan umat beragama (persatuan yang kuat) dalam menghadapi musuh bersama tersebut yang selama ini telah menjadi penyakit yang menggerogoti bangsa.
Urgensi Kerukunan