Pendidikan selama ini bisa dikatakan kurang efektif dalam mendidik karakter peserta didik. Penyebabnya antara lain karena selama ini proses pendidikan karakter yang dilaksanakan di lembaga pendidikan formal, keluarga dan masyarakat cenderung berjalan sendirisendiri. Substansi dan proses pendidikan yang tidak sinergis satu sama lain akan melahirkan masyarakat yang tidak mantap dan terbelah. Selain itu, tentu kita harus secara terbuka mengakui bahwa selama ini urusan mendidik watak itu memang tidak kita tempatkan sebagai core business pendidikan.
Dalam konteks itu, arahan Mendikbud mengenai jaringan pendidikan karakter merupakan sesuatu yang relevan untuk diwujudkan. Namun demikian, ada beberapa agenda kebijakan prerequisite yang mesti dilaksanakan untuk mewujudkan gagasan jaringan pendidikan karakter.
Pertama, transformasi di sisi kultural. Selama ini ada dua kecenderungan yang memungkinkan substansi pendidikan anak terabaikan. Di satu sisi, lembaga pendidikan cenderung menempatkan peserta didik sebagai ‘ titipan sementara’ dari orangtua. Sedangkan orangtua cenderung memasrahkan sepenuhnya. Kedua, restrukturisasi kelembagaan pendidikan agar semakin dekat atau bahkan terintegrasi antara sekolah, keluarga dan masyarakat. Di tingkat sekolah, perlu ada rekayasa kelembagaan agar sekolah semakin dekat dengan keluarga sekaligus semakin merepresentasikan situasi sosial masyarakat.
Kebijakan untuk melembagakan peran keluarga dan masyarakat di sekolah merupakan sesuatu yang mendesak. Keluarga dan masyarakat tidak cukup hanya dilibatkan dalam urusan berkenaan dengan ‘ dana sumbangan masyarakat’. Diperlukan kebijakan agar sekolah mengakomodasi anak-anak dari masyarakat sekitar dalam persentase tertentu. Dibutuhkan kebijakan agar pendidikan terjangkau untuk seluruh tingkatan sosial-ekonomi sehingga proses pendidikan menggambarkan konfigurasi sosial ekonomi masyarakatnya.
(Dr Suharno MSi. Dosen Kebijakan Publik FIS dan Ketua Prodi S2 PPKn PPs UNY. Artikel ini dimuat Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat, Jumat 16 Desember 2016)