Urgensi Pendidikan Toleransi

Photo Author
- Rabu, 30 November 2016 | 07:51 WIB

MASALAH toleransi sering menyita perhatian masyarakat luas setiap kali terjadi kasus intoleransi. Hal itu membuktikan bahwa toleransi sangat penting untuk dijadikan konten pendidikan yang harus dipelajari segenap anak bangsa. Selain itu, pendidikan toleransi sangat penting bagi pertumbuhan kepribadian anak sebagai makhluk sosial, khususnya di negara kita yang berpenduduk plural. Pluralitas akan disyukuri oleh mereka yang telah mengerti indahnya perbedaan.

Sebaliknya, pluralitas sering disesalkan mereka yang tidak mengerti indahnya perbedaan. Ironisnya, sekolah-sekolah kita sering cenderung antiperbedaan, seperti mewajibkan semua murid memakai sepatu hitam.

Padahal, tanpa pendidikan toleransi, anakanak bisa berkembang dalam keegosentrisan. Hal ini jelas kurang menguntungkan, karena jika bersikap egosentris di lingkungan sosial dianggap sama dengan tidak cakap bergaul. Akibatnya, anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang lemah menggunakan nalar dan tidak terlatih untuk menerima perbedaan.

Dilatih

Untuk konteks bangsa kita yang pluralis, lemahnya nalar dan sulitnya menerima perbedaan bisa berbahaya, karena mudah mengejawantah menjadi sumber kemelut dan konflik horizontal. Jika sejak kecil anak tidak dilatih berdialog dan menerima perbedaan pendapat maka bisa tumbuh menjadi manusia otoriter dan destruktif terhadap pihak lain yang kebetulan berbeda dengannya. Adalah fakta seringnya terjadi konflik dan kekerasan berlatar belakang paham keagamaan maupun bendera organisasi dan sebagainya, lebih banyak dipicu oleh lemahnya nalar yang tidak terlatih untuk menghadapi dan menerima perbedaan.

Begitu juga seringnya terjadi bentrok antarpelajar dan antarmahasiswa lebih banyak dipicu oleh lemahnya nalar dalam menerima perbedaan. Hanya karena beda sekolah atau fakultas dan beda pendapat lantas berkembang menjadi tawuran massal. Ini terkait lemahnya nalar sehingga segalanya ingin dihadapi dengan otot dan adu fisik. Siapa kuat dia menang. Jadinya tak jauh berbeda dengan perilaku satwa di hutan belantara.

Lemahnya nalar akan makin berbahaya bagi anak-anak yang tengah menginjak remaja dan dewasa. Jika mereka menjadi mahasiswa yang kebetulan mendapat kesempatan berunjuk rasa tidak akan segan-segan berperilaku beringas di jalanan. Dalam hal ini, pihak lain bisa dianggap musuh yang harus dihancurkan. Bahkan aparat keamanan pun akan diamuk jika berbeda pendapat dengan mereka.

Pendidikan Toleransi

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: ivan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X