Budaya Merapi dan Restorasi

Photo Author
- Kamis, 3 November 2016 | 10:12 WIB

PERTEMUAN untuk memfasilitasi forum akademik internasional yang bertujuan mendorong perkembangan sosial dan harmoni antarperadaban serta meningkatkan kesejahteraan umat manusia, akan dilaksanakan di Beijing, 4-7 November 2016. Dalam Beijing Forum yang diselenggarakan oleh Peking University terdapat forum Student Conference on Conservation Science (SCCS) dan mengusung tema Developing Sustainable and Practicable Approaches to Conservation for the 21st Century.

Sebagai peserta yang diundang, saya bersyukur karena forum ini diharapkan dapat berbagi informasi dan ilmu pengetahuan dalam pengelolaan kawasan konservasi untuk kelangsungan hidup manusia. Apalagi abstrak tentang budaya masyarakat Merapi yang mendorong restorasi kawasan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) dapat diseminarkan dalam Beijing Forum.

Erupsi dan Restorasi

Erupsi 2010 (Oktober - November) merusak sebagian besar kawasan TNGM. Kerugian akibat bencana alam sangat besar. Erupsi Gunung Merapi secara periodik membawa konsekuensi perubahan ekosistem secara dinamis.

Perubahan ekosistem ini mencakup komponen abiotik, biotik dan sosial budaya. Perubahan ekosistem yang disebabkan oleh hilangnya atau rusaknya vegetasi perlu direstorasi dengan melakukan penanaman jenis-jenis vegetasi asli yang pernah ada dalam ekosistem tersebut. Sebenarnya secara alami, ekosistem yang terganggu akan dapat memulihkan dirinya sendiri melalui proses suksesi alam. Namun mengingat kerusakan ekosistem hutan di TNGM akibat erupsi maka proses suksesinya akan memerlukan waktu yang sangat lama.

Sementara itu, pemulihan ekosistem perlu segera dilakukan untuk mengembalikan fungsi-fungsi hutan yang hilang seperti fungsi habitat satwa, fungsi lindung hidrologi dan fungsi sosial ekonomi bagi masyarakat sekitarnya. Salah satu cara yang efektif program restorasi TNGM adalah dengan mengoptimalkan peran serta masyarakat untuk terlibat aktif. Diyakini bahwa kegiatan skala kecil berbasis budaya lokal yang dilakukan masyarakat dapat memberikan dampak positif yang lebih dahsyat. Bila dibandingkan mega proyek berteknologi tinggi yang mengandung risiko ekonomi-sosial-politik dan lingkungan yang tidak kecil.

Nilai kearifan dan budaya yang dipegang erat masyarakat Merapi sangat dipengaruhi oleh budaya Jawa dari Kraton Mataram dan Yogyakarta. Karena masyarakat masih memegang kepercayaan bahwa antara Gunung Merapi, Kraton dan Pantai Selatan saling terhubung erat satu sama lain. Mereka meyakini gunung, sungai, dan pohon bukanlah ‘benda mati’ sehingga manusia wajib menjaga kelestariannya, sejalan dengan prinsip Hamemayu Hayuning Bawono, Ambrastadur Hangkara dalam pelestarianalam yang diaplikasikan dalam beberapa tradisi budaya. Memayu Hayuning Bawana, Ambrastadur Hangkara artinya manusia hidup di dunia harus mengusahakan keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan serta memberantas sifat angkara murka, serakah dan tamak.

Upacara Labuhan

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: ivan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X