Predikat Kota Batik

Photo Author
- Jumat, 14 Oktober 2016 | 13:28 WIB

PERHELATAN akbar Jogja International Batik Biennale (JIBB) bukan tanpa makna. Kegiatan yang digelar 12-16 Oktober 2016 ini memiliki tujuan supaya predikat Yogya Kota Batik Dunia (The World Batik City) tetap bertahan.

"Supaya predikat itu tidak dicoret. Syaratnya, ada event batik untuk menunjukkan aktivitas dunia batik di Yogyakarta tidak mati," kata Wakil Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) DIY, Syahbenol Hasibuan seperti dilansir media.

Predikat Kota Batik diberikan Dewan Kerajinan Dunia saat peringatan 50 tahun organisasi itu di Dongyang Provinsi Zhejiang Cina, 2014 silam. Ini merupakan pertaruhan kita di mata dunia. Selain Yogya, kota Dongyang di China dinobatkan sebagai World Wondercarving City dan kota Donique di Chilie dinobatkan sebagai World City of Chamanto. Artinya, predikat yang disandang, memosisikan Yogya sebagai sebuah kota yang sejajar dengan kota-kota seni budaya lainnya di dunia.

Penobatan Yogya Kota Batik dunia tentunya tidak sembarangan. Ketua Dewan Pakar Yayasan Batik Indonesia Prof Rahardi Ramelan dan Ketua Asosiasi Kerajinan Thailand yang juga mantan Presiden WCC Rojanavongse mengatakan, Yogya sebagai kota kerajaan layak menjadi pusat perbatikan sedunia (KR, 22/10/2014). Meski dari segi ekonomi, industri batik Yogya tidak sepesat kota-kota industri batik lainnya, namun perbatikan Yogya punya kekuatan dari segi lainnya.

Dewan Kerajinan Dunia tentu punya metode evaluasi yang komprehensif, dalam memberi nilai. Dan parameternya pastilah tidak pragmatis. Sebab, jika semata-mata diukur dari segi ekonomi, produksi batik di daerah lain mungkin jauh lebih maju. Bahkan, bicara soal batik, sejak zaman dulu telah bermunculan kapitalis-kapitalis yang agresif-ekspansif.

Menurut buku Indonesia Indah: Batik (1997), para pengusaha Inggris berusaha memproduksi kain cetak sebagai batik imitasi setelah mempelajari buku History of Java karya Stamford Raffles. Pada 1835, Belanda pun membuat batik imitasi di Leiden dengan pekerja terlatih dari Jawa. Menurut catatan Philip Thomas Kitley (1987), Belanda juga mendirikan pabrik batik imitasi di Rotterdam, Haarlem, Helmond, Apeldoorn. Swis pun tak mau kalah. Batik imitasi dijual sampai Afrika dengan nama ‘Java Batik’.

Dalam mempertahankan predikat Yogya Kota Batik Dunia, kita harus membangun perbatikan Yogya dari dua sisi. Pertama, sisi kewirausahaan batik yang harus berimplikasi pada kesejahteraan rakyat. Kedua, sisi kualitas budaya batik Yogya. Hal ini akan menjadi dasar penilaian yang berujung pada pemberian predikat Yogya Kota Batik Dunia itu.

Kualitas (baca: keunggulan) budaya batik Yogya terletak pada beberapa poin penting. Pertama, poin akar sejarah batik Yogya. Ini yang membuat posisi tawar batik Yogya sangat kuat. Untuk itu kita harus benar-benar merawat museum batik, cagar budaya terkait batik, serta sentra batik yang bersifat heritage seperti Imogiri dan Tamansari.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: ivan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X