KUALITAS hidup kita tergantung dari kualitas lingkungan kita. Hanya dalam lingkungan hidup yang baik, manusia dapat berkembang secara maksimal. Hanya dengan manusia yang baik lingkungan hidup dapat berkembang ke arah yang optimal. Kalimat ini penulis kutip dari pendapat pakar ekologi Prof Dr Ir Otto Soemarwoto (1926-20- 08), yang penulis meyakini kebenarannya. Selain kejahatan manusia, kerusakan lingkungan juga bisa disebabkan oleh cuaca. Tapi, faktor kejahatan manusia sangat dominan sebagai penghancur lingkungan, demikian pernyataan yang disiarkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) akhir Juni lalu. Akibatnya, kondisi lingkungan pun rentan bencana.
Kesadaran akan keseimbangan ekosistem perlu ditanamkan pada masyarakat, khususnya kepada anak-anak di usia sedini mungkin. Pemahaman ini melalui keteladan penerapan hidup ‘bergaya hijau’: ibadah, pola pikir , perilaku, gaya hidup, pola makan dan literasi berwawasan hijau. Di samping pengetahuan lainnya tak kalah penting.
Prinsip-prinsip tersebut di atas yang mendorong beberapa kepala sekolah di wilayah Jabodetabek mengarahkan siswanya untuk menulis Sastra Hijau. Sekaligus menjadikam mereka ‘petani pelestari bumi’, bermisikan merawat dan mencintai Bumi, rumah kita satu-satunya. Penulis juga bekerja sama dengan pihak-pihak masyarakat yang tergugah membentuk klub penulis pena hijau untuk merawat lingkungan.
Pelestari Bumi
Petani Pelestari Bumi (PPB) bukanlah petani yang menggarap sawah atau ladang. Istilah tersebut penulis ciptakan untuk menamai kelompok penulis pena hijau plus. Yaitu kelompok penulis yang menulis tentang isu kerusakan dan penyembuhan lingkungan disertai kegiatan menanam dan mengkonsumsi makanan natural (Gerakan 3 M: menulis, menanam dan mengonsumsi makanan natural).
Bukan sawah atau ladang yang luas yang menjadi modal PPB, melainkan: (a) Harus rajin memperkarya diksi (pilihan kata) dan rajin berlatih menulis terus menerus; (b) Mengasah kepekaan terhadap lingkungan; (c) Banyak membaca, diskusi dan mengamati serta memahami isu-isu ekologi untuk menyuarakan visi dan misi pena hijau yang mereka gerakan. Dengan demikian PPB mampu menjadi pribadi ‘hijau’ yang selalu aktual.
‘PPB’Masuk Kurikulum
Bagaimana jika Indonesia juga memasukkan gerakan PPB masuk kurikulum seperti halnya di Brazil? Tujuannya untuk mengajar dan mendidik siswa agar memahami hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungannya secara seimbang. Dalam materi pembelajarannya perlu ditekankan bahwa terjadinya kerusakan lingkungan karena tidak sesuainya hubungan interaksi antara manusia dengan lingkungannya. Antara lain karena manusia cenderung mempolakan hidupnya bergaya hedonis.