Untuk menghindari ‘bom waktu’ yang timbul di masa datang, semua pihak yang berkepentingan dalam menjalankan kewajiban pajak harus melakukan upaya positif, produktif, dan membangun agar tercipta kesadaran yang tinggi di kemudian hari. Ditjen Pajak adalah penjaga sekaligus pelaksana konstitusi di bidang perpajakan. Agar konstitusi dapat berjalan dengan baik, masyarakat harus didorong dan diedukasi agar dapat memahami kewajiban yang menjadi tanggung jawabnya. Sebaliknya, Ditjen Pajak juga harus memiliki jiwa legawa dan ikhlas ketika masyarakat menuntut hak yang menjadi bagiannya seperti restitusi dan permohonan keberatan atas sengketa pajak.
Jika kewajiban pajak bisa diambil dari rakyat dan hak perpajakan diberikan kepada rakyat sesuai porsinya tanpa adanya kepentingan budgetair atau lainnya, maka akan terjadi rasa saling percaya dan saling membutuhkan antara Ditjen Pajak (negara) dan Wajib Pajak (warga negara). Akhirnya, jargon yang harus dikembangkan terhadap WP di masa datang adalah ‘ambil kewajibannya dan berikan haknya’.
(Mukh Nurkholis. Dossen FEB UGM, Konsultan Pajak dan Kuasa Hukum Pajak. Artikel ini dimuat Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat, Selasa 11 Oktober 2016)