Sebagian pola kehidupan, pertemanan dan interaksi dilakukan dari teknologi digital. Mereka didikte oleh kehidupan maya dan jauh dari hiruk pikuk kehidupan sesungguhnya. Anak-anak lebih suka bergaul di dunia maya ketimbang berkawan dengan kawan-kawan sebaya. Akibatnya anak-anak ramai di jagad maya namun sepi di dunia nyata.
Pembekalan
Yang menjadi masalah masyarakat Indonesia belum terdidik untuk cerdas berinternet. Misalnya masyarakat Indonesia mudah mengunggah data pribadi ke media sosial. Padahal sangat mungkin data itu dipergunakan pihak lain untuk tujuan jahat. Di dunia pendidikan siswa diminta mencari informasi dan bahan-bahan pembelajaran di internet. Namun guru dan orangtua tidak memberikan pembekalan memadai penggunaan internet secara bijak. Anakanak dilepas begitu saja untuk bergaul dengan internet tanpa pembatasan. Minimnya pelatihan penggunaan internet menyebabkan pengetahuan menggunakan internet tidak memadai.
Akibatnya anak-anak rentan terjebak dalam eksploitasi seksual seperti pedofilia dalam jaringan, perundungan cyber dan prostitusi online termasuk organisasi radikal. Situasi ini bisa terjadi karena internet dianggap dari sisi teknis penggunanya sementara pengaruhnya cenderung terabaikan. Padahal pengaruh internet sudah mengubah dinamika masyarakat mulai dari tingkat keluarga hingga negara.
Yang memprihatinkan tentu saja gagap etika dalam jaringan internet belum sepenuhnya dapat dipecahkan. Dalam belantara informasi di internet dialog orangtua guru dan anak menjadi sangat penting. Jika perlu orangtua dan guru benar-benar mengawasi dan memberitahukan penggunaan internet secara benar.
(Paulus Mujiran SSos MSi. Pemerhati masalah sosial, Ketua Pelaksana Yayasan Kesejahteraan Keluarga Soegijapranata, tinggal di Semarang. Artikel ini dimuat Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat, Rabu 28 September 2016)