Menjaga Optimisme

Photo Author
- Selasa, 23 Januari 2024 | 07:30 WIB
  Arya Jodilistyo, Ekonom Kantor Perwakilan Bank Indonesia DIY dan Pengurus ISEI Cabang Yogyakarta.
Arya Jodilistyo, Ekonom Kantor Perwakilan Bank Indonesia DIY dan Pengurus ISEI Cabang Yogyakarta.


KRjogja.com - DINAMIKA perekonomian yang terjadi membuat beberapa negara melakukan berbagai kebijakan sebagai respon untuk mempertahankan kinerja perekonomian. Bank sentral Amerika Serikat di awal Januari 2024 masih mempertahankan suku bunganya (Fed Funds Rate) dalam kisaran 5,25-5,50%. Kebijakan ini salah satunya dipengaruhi oleh pertimbangan tekanan inflasi AS yang dipandang masih relatif tinggi berkisar 3% secara tahunan (yoy).

Berbagai sumber bahkan menyatakan bahwa seperempat dari negara berkembang diperkirakan masih mengalami inflasi yang tinggi diatas 10% di tahun 2024. Selain itu pengalaman akibat faktor Covid, Conflict dan Climate (3C) membuat kebijakan restriksi berpotensi dilakukan oleh negara produsen sehingga pasokan menjadi terbatas dan memicu tekanan inflasi global. Kondisi tersebut membuat beberapa negara maju berpotensi menahan suku bunga acuannya di tingkat yang relatif tinggi dengan batas waktu yang sulit diprediksi, atau sering disebut dengan Higher for Longer.

Baca Juga: Pemasangan APK Tak Boleh Ganggu Ketertiban Umum, Ini Sanksinya Jika Melanggar

Sementara itu, Tiongkok sebagai salah satu negara utama dalam perekonomian global masih akan mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi di tahun 2024. Kinerja ekspor Tiongkok berpotensi melambat seiring permintaan negara mitra dagang utama yang cenderung melemah. Kinerja sektor kontruksi dan bangunan juga menurun, padahal setidaknya 70% pendapatan masyarakat Tiongkok berkaitan dengan sektor tersebut. Berkaca pada kinerja dan kondisi perekonomian global, kecenderungan ketidakpastian perbaikan ekonomi global dapat berlangsung dalam waktu yang tidak singkat, atau Slower for Longer.

Keterbukaan dan ketergantungan perekonomian membuat dinamika ekonomi global berpotensi memberikan pengaruh terhadap ekonomi nasional dan daerah, termasuk DIY. Setidaknya terdapat 2 jalur dampak rambatan yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat, yaitu: (1) suku bunga yang masih tinggi dan (2) potensi kenaikan harga komoditas impor yang dapat memicu tekanan inflasi. Kedua faktor ini terjadi melalui transmisi nilai tukar (pass-through effect).

Dampak higher for longer salah satunya tercermin dari kenaikan harga komoditas impor akibat masih tingginya kandungan impor dalam berbagai proses produksi di Indonesia. Rilis BPS (2023) menyatakan bahwa total nilai impor DIY pada November 2023 naik 21,43% (yoy) mencapai USD15,3 juta. Secara lebih dalam, tekanan kenaikan inflasi komoditas impor (imported inflation) di daerah bisa terlihat dan dirasakan dari kenaikan biaya produksi sektor hulu hingga hilir, seperti tekanan harga pupuk di sektor pertanian ataupun kenaikan harga gandum untuk tepung terigu.

Baca Juga: Aktivis JCW Lakukan Aksi Tunggal di Depan Kantor Kejari Sleman

Fenomena slower for longer juga berpotensi memberikan risiko terhadap perekonomian nasional maupun daerah. Kinerja ekspor DIY juga mengalami pelemahan sejak Mei 2023 dan kembali terkontraksi sebesar 8,88% (yoy) pada November 2023 (BPS, 2023). Kondisi ini perlu diwaspadai mengingat tingginya dominasi kedua negara tersebut dalam pangsa ekspor yang mengindikasikan keterbatasan permintaan global.

Berkaca pada perkembangan kondisi ekonomi global yang terjadi, diperlukan upaya nyata untuk menjaga kinerja perekonomian DIY yang berkelanjutan melalui: (1) menjaga daya beli masyarakat dan (2) mengoptimalkan potensi daerah untuk memperkuat ketahanan ekonomi DIY. Pertama dari sisi daya beli masyarakat, pemangku kebijakan perlu memperhatikan dan melakukan berbagai inovasi kebijakan dalam menjaga kinerja positif konsumsi rumah tangga. Hal ini tidak terlepas dari dominasi pangsa konsumsi rumah tangga dalam PDRB DIY yang mencapai kisaran 60%.

Kedua dari sisi optimalisasi potensi daerah, DIY memiliki modal dasar yang kuat, mulai dari kondisi geografis, budaya, infrastruktur hingga kualitas SDM yang relatif baik. Berbagai potensi tersebut perlu dioptimalkan untuk memperkuat lapangan usaha utama dan menciptakan berbagai simpul ekonomi baru. Keunggulan DIY sebagai daerah pariwisata dan pendidikan perlu dioptimalkan untuk mendorong akselerasi industri kreatif sehingga dapat membuka pasar dagang baru di negara non tradisional.

Baca Juga: Lirik Lagu 'Bojo Biduan' Dipopulerkan Shinta Arsinta feat Vita Alvita, Lengkap dengan Terjemahannya

Sebagai kesimpulan, kita perlu menjaga optimisme namun tetap waspada terhadap berbagai risiko (cautious optimistic) dalam mengelola perekonomian ke depan. Upaya optimalisasi potensi dan peluang serta mitigasi risiko tentunya membutuhkan perencanaan kebijakan dengan sinergi dan kolaborasi seluruh pemangku kebijakan. (Arya Jodilistyo, Ekonom Kantor Perwakilan Bank Indonesia DIY dan Pengurus ISEI Cabang Yogyakarta. Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan instansi/organisasi manapun)

 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Danar W

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X