BPR Bertumbangan

Photo Author
- Minggu, 28 April 2024 | 17:52 WIB
Dr Murti Lestari MSi, Doses Fakultas Bisnis UKDW, dan Pengurus ISEI DIY
Dr Murti Lestari MSi, Doses Fakultas Bisnis UKDW, dan Pengurus ISEI DIY


KRjogja.com - BANK Perkreditan Rakyat yang sekarang diubah menjadi Bank Perekonomia Rakyat atau BPR (UU no. 4 Tahun 2023 Tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan), merupakan salah satu bentuk bank yang akrab dengan Usaha Mikro Kecil dan wong cilik. Keberadaan BPR berawal dari keinginan untuk membantu para petani, pegawai, dan buruh untuk melepaskan diri dari jerat pelepas uang (rentenir) yang memberikan kredit dengan bunga tinggi.

Pendirian BPR ini sudah dimulai sejak abad kesembilanbelas. BPR dan BPR Syariah mulai diakui secara sah sebagai bagian dari lembaga perbankan di Indonesia mulai tahun 1992, berdasarkan Undang-Undang No.7 tahun 1992 tentang Perbankan.

Bagi masyarakat pedesaan BPR merupakan lembaga keuangan yang cukup strategis. Dari beberapa studi menunjukkan bahwa untuk menuju bankable, sebagian masyarakat pedesaan tidak langsung menjadi nasabah bank umum, tetapi mulai dari nasabah BPR. Salah satu faktor penyebab adalah fleksibelitas BPR sehingga mampu melayani masyarakat yang belum mengenal bank sama sekali.

Baca Juga: Yuk Bernyanyi Bersama Fanny Soegi di Supermusic Superstar Intimate Session 2024

Kinerja BPR di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup pesat. Data dari tahun 2019-2023 menunjukkan jumlah kredit yang disalurkan BPR tumbuh rata-rata 6,7% per tahun, sementara asset tumbuh rata-rata 6,9% per tahun, dan dana pihak ketiga tumbuh rata-rata 7,7% per tahun. BPRS memiliki pertumbuhan yang lebih baik, dimana pembiayaan yang disalurkan tumbuh 13,8% per tahun, asset tumbuh 13,65% per tahun dan dana pihak ketiga tumbuh 14,4% per tahun.

Dari sisi kepemilikan, selain dimiliki badan usaha swasta, BPR banyak dimiliki oleh Pemerintah Daerah khususnya Pemerintah Kabupaten/Kota. BPR nampaknya menjadi salah satu bentuk Perusahaan Daerah yang potensial bagi Pemerintah Kabupaten/Kota.

Dari angka-angka kinerja di atas, menunjukkan indikasi bahwa BPR berkembang positif dan cukup baik, bahkan di tengah situasi krisis covid-19 sekalipun. Ketika BPR harus berhadapan dengan Bank Umum yang meluncurkan produk simpan pinjam untuk kelas mikro kecil-pun BPR tetap bisa bertahan dan unggul.

Namun akhir-akhir ini, muncul beberapa pemberitaan yang mengejutkan dimana banyak BPR yang dinyatakan bangkrut dan dicabut ijin operasionalnya oleh Otoritas Jasa Keuangan. Hal ini tentu menjadi ironi, mengapa banyak BPR bangkrut sementara kinerjanya secara makro cukup baik?

Baca Juga: Tiga Tantangan Besar Kini Dihadapi oleh Perguruan Tinggi dalam Mencerdaskan Bangsa

Dari pemberitaan yang beredar di media publik, alasan atau penyebab gagalnya BPR adalah karena pengelolaan yang tidak prima, bukan karena krisis atau memburuknya perekonomian.

Salah satu sumber pemberitaan menyatakan bahwa salah satu penyebab bangkrutnya BPR di Indonesia justru karena integritas pemilik ataupun pemegang saham atau pengurus saham yang tidak disiplin, sehingga terjadi fraud.

Dari sisi jumlah, BPR pada dasarnya sudah mengalami penurunan sejak beberapa tahun terakhir. Sebagai gambaran, jumlah BPR tahun 2019 berjumlah 1.545, dan menurun terus dari tahun ke tahun hingga menjadi 1.402 pada tahun 2023, atau mengalami penurunan sebesar rata-rata 2,4% per tahun. Penurunan ini cukup signifikan, dan terjadi terus menerus sampai tahun 2024. Anehnya, dari aspek kinerja, justru kinerja industri BPR yang semakin baik.

Ada dua hal yang mungkin dapat menjelaskan fenomena diatas,
(1). Jumlah BPR 1.545 adalah sangat besar. Meskipun memiliki spesifikasi khusus, dalam operasional sehari-hari BPR harus berhadapan dengan Bank Umum, Koperasi Simpan Pinjam, dan lembaga-lembaga keuangan mikro, bahkan pinjaman online yang berkembang pesat di masyarakat. Oleh karena itu, BPR mengalami persaingan yang cukup berat sehingga terjadi seleksi alam, dimana yang kurang prima akan bertumbangan.

(2). Beberapa BPR yang tumbang, diakibatkan karena tidak mampu memenuhi beberapa persyaratan, misalnya persyaratan modal, dan batas NPL (Non Performing Loan) atau batas kredit macet.

Penyebab yang kedua ini justru menunjukkan bahwa pengawasan BPR oleh Otoritas Jasa Keuangan berjalan efektif dan ketat.

Dua hal penyebab di atas justru menjadi pertanda baik bagi industri BPR, karena akan menyeleksi BPR sakit, sehingga yang ada nantinya adalah industri BPR sehat dan efisien. Dengan kata lain bertumbangannya BPR saat ini merupakan proses penyehatan industri BPR, sehingga nantinya diharapkan mampu membangun dengan baik perekonomian skala kecil dan inklusif.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Danar W

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X