KRjogja.com - TRANSPORTASI PUBLIK adalah urusan wajib pemerintah. UU no 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah; menyatakan urusan Perhubungan adalah Urusan Pemerintahan Wajib Konkuren: urusan pemerintahan wajib yang dibagi antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Kewajiban Pemprov untuk penyediaan angkutan umum untuk jasa angkutan orang dan/atau barang antar kota dalam 1 (satu) Daerah provinsi. Kewajiban Pemerintah Kabupaten/Kota untuk Penyediaan angkutan umum untuk jasa angkutan orang dan/atau barang dalam Daerah kabupaten/kota.
UU no 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; menyatakan (1) Pemerintah wajib menjamin tersedianya angkutan umum untuk jasa angkutan orang dan/atau barang antarkota antarprovinsi serta lintas batas negara. (2) Pemerintah Daerah provinsi wajib menjamin tersedianya angkutan umum untuk jasa angkutan orang dan/atau barang antarkota dalam provinsi. (3) Pemerintah Daerah kabupaten/kota wajib menjamin tersedianya angkutan umum untuk jasa angkutan orang dan/atau barang dalam wilayah kabupaten/kota.
Trans Jogja adalah pemenuhan kewajiban Pemprov DIY di penyediaan angkutan umum/transportasi publik, sesuai Peraturan Gubernur no 127 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Sistem Angkutan Perkotaan Bersubsidi Trans Jogja dengan Sistem Buy the Service.
Kinerja Trans Jogja
Trans Jogja memiliki 18 rute dengan 95 bus. Penumpang rerata 239 ribu/bulan, dengan keterisian 3-21% dari kapasitas armada. Headway antar bus berkisar 11-47 menit. Dua ukuran ini menunjukan ketertarikan warga dan tingkat layanan Trans Jogja.
Keluhan kinerja Trans Jogja, dari diskusi dengan pelanggan Trans Jogja dan pemerhati transportasi publik di Jogja: rute tidak efektif dan rendahnya cakupan layanan, tidak adanya hierarki rute, headway yang lama, infrastruktur halte dan terminal yang tidak layak, dan tidak adanya integrasi antar moda. [Berangkat dari Sini, @pedestrianjogja @transportforyogja, November 2023]. Hal lain yang muncul dari diskusi dan media sosial adalah perilaku ugal-ugalan Pramudi dalam menjalankan bus.
Rute saat ini, secara teoritis tidak menganut kaidah trunk dan feeder. Sebagian besar rute meneruskan legacy route angkutan perkotaan sebelumnnya.
Headway yang lama disebabkan jumlah armada dan lajur Trans Jogja yang bercampur dengan kendaraan pribadi. Pukulan masa Covid terhadap kapasitas fiskal Pemprov DIY mengurangi alokasi subsidi, keberadaan 128 armada diperkecil menjadi 95 armada. Infrastruktur jalan di Jogja, menjadikan Trans Jogja tanpa lajur khusus.
Halte dan terminal masih sebagai titik penanda penumpang dan armada, belum didefinisikan sebagai Ruang Ketiga, ruang di antara ruang bekerja/belajar dengan ruang hunian/rumah, sebagai ruang berinteraksi antar manusia.
Trans Jogja terintegrasi dengan Kereta Komuter Indonesia. Integrasi dengan Ojol, tidak mendapat sambutan dari salah satu penyedia. Jarak yang pendek, mungkin menjadi alasan ketidaktertarikan untuk menjadikan first mile, middle mile, last mile terintegrasi.
SDM -Pramudi, Pramugara, Penjaga Halte- adalah wajah pelayanan Trans Jogja. Peningkatan kapasitas SDM untuk mencapai Standar Pelayanan Minimal (SPM), SPM mempengaruhi reward and punishment.
Selanjutnya
Keberpihakan Pemprov DIY di penyediaan transportasi publik dipertahankan. Kewajiban Pemprov yang sudah ditunaikan dijawab dengan perbaikan layanan dengan pengelolaan yang bertanggungjawab serta pelayanan yang manusiawi dan berkelanjutan.
Isu integrasi moda, rute dan ekosistem diselesaikan dengan: (1) penyediaan feeder oleh Pemerintah Kabupaten/Kota, keterlibatan Pemkab/Pemkot dalam penyediaan angkutan umum harus ditingkatkan (2) kajian dan implementasi menyeluruh atas rute dengan mempertimbangkan potensi demand dan cakupan pelayanan serta (3) perbaikan halte dan menjadikan sebagai Ruang Ketiga, potensi halte bisa menjadikan pendapatan lain dalam ekosistem Trans Jogja.
Armada nyaman dan manusiawi, Pramudi, pramugara/i, penjaga halte menjadi faktor kunci pertumbuhan jumlah penumpang dan cakupan pelayanan Trans Jogja
Penutup