KRjogja.com - SEBAGAI sebuah nation state, Indonesia beserta segenap warganya tengah merayakan kemerdekaan yang sudah berusia 79 tahun dengan tradisi 17-an. Tradisi perayaan 17-an baik tingkat kampung, kalurahan/desa, kecamatan, kabupaten, provinsi hingga tingkat nasional dengan berbagai perlombaan, atraksi, maupun event yang diselenggarakan setiap tahun merupakan representasi negara dan warga yang sudah berdaulat.
Pertanyaan yang seringkali muncul di tengah perayaan hari kemerdekaan adalah apakah sebagai negara yang berdaulat, negara dan bangsa Indonesia sudah berdaulat atas pangan? Mengapa, karena persoalan pangan adalah persoalan paling mendasar bagi warga negara. Tidak hanya dalam konteks nasional, tetapi dalam konteks global persoalan pangan juga menjadi salah satu yang harus diprioritaskan. Data FAO (2023) menunjukkan bahwa pada tahun 2022 terdapat sejumlah 735,1 juta jiwa penduduk dunia (9,2%) terancam masalah kekurangan pangan atau kelaparan.
Berkenaan dengan hal di atas, negara-negara di dunia telah berkomitmen untuk mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals - SDGs) yang mencakup 17 tujuan, di antaranya adalah tanpa kemiskinan dan tanpa kelaparan. Tanpa kemiskinan dan tanpa kelaparan tidak akan terwujud tanpa adanya kedaulatan pangan.
Baca Juga: Indonesia Fair Marakkan Gempita Merdeka di Beijing
Dalam konteks ini kedaulatan pangan dimaknai sebagai suatu hak setiap bangsa dan setiap warga negara untuk memproduksi pangan secara mandiri dan hak untuk menetapkan sistem pertanian, peternakan, dan perikanan tanpa adanya subordinasi dari kekuatan pasar. Namun demikian, pemerintah kita belum menetapkan kebijaka kedaulatan pangan sebagai agenda strategis bangsa. Kita masih menggunakan agenda ketahanan pangan.
Dalam hal ini ketahanan pangan dimaknai sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi seluruh penduduk, yang tercermin dari tersedianya pangan secara cukup- baik dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Tidak perduli apakah ketersediaan pangan tersebut tercukupi oleh produksi nasional ataupun oleh membanjirnya produk impor. Pemaknaan inilah yang menjadikan negara ini selalu bergantung pada negara lain untuk mencukupi kebutuhan pangan nasional.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa impor pangan, utamanya beras mencapai 854.000 ton pada Semester I tahun 2023. Pada Januari-Mei 2024 melesat menjadi 2,2 juta ton atau naik sebesar 165,27%.
Selain beras, negara kita juga masih rutin mengimpor kebutuhan pangan yang lain seperti daging sapi, gula, garam, kedelai, dan susu. Hal ini menunjukkan bahwa ketergantungan pangan kita kepada asing masih sangat tinggi. Kondisi ini jelas kontraproduktif dengan harapan terwujudnya kedaulatan pangan yang mendamping kedaulatan negara.
Baca Juga: Olimpiade Standar Internasional, Tim Indonesia Raih Medali
Mewujudkan Kedaulatan Pangan Melalui Reforma Agraria
Setelah 79 tahun bangsa Indonesia berdaulat secara politik, sudah semestinya negara ini mampu mewujudkan kedaulatan pangan sebagai wujud berdaulat secara ekonomi. Kedaulatan pangan dapat diwujudkan salah satunya dengan mengimplementasikan agenda reforma agraria. Mengapa? Karena hanya dengan agenda reforma agraria, struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah dapat dilakukan.
Ada 3 (tiga) strategi utama dalam agenda refroma agraria yang dapat menyokong terwujudnya kedaulatan pangan, yakni: (1) penataan asset melalui redistribusi tanah; (2) penataan akses melalui pemberdayaan masyarakat; dan (3) peningkatan partisipasi Masyarakat. Melalui redistribusi tanah sebagai agenda utama penataan asset, akan menghasilkan jutaan hektar tanah yang dikuasai petani dan berpotensi meningkatkan produksi pangan.
Melalui pemberdayaan ekonomi Masyarakat sebagai agenda penataan akses, berpotensi menciptakan sumber-sumber pangan baru sebagai penopang kedaulatan pangan. Melalui peningkatan partisipasi masyarakat akan menciptkan self belonging atau rasa handarbeni bahwa penyediaan produksi pangan adalah tanggungjawab bersama seluruh warga negara.
Baca Juga: HUT ke-79 Kemerdekaan RI di Al Azhar Yogyakarta World Schools, Guru dan Karyawan Dapat Hadiah Umroh
Berkenaan dengan hal di atas, maka peluang percepatan pelaksanaan reforma agraria sebagaimana tertuang dalam Perpres 62/2023 tentang Percepatan Pelaksanaan Reforma Agraria perlu diorientasikan untuk berkontribusi dalam perwujudan kedaulatan pangan.