KRjogja.com - SALAH satu tema yang mendominasi perhatian kita sebagai bangsa dalam waktu akhir-akhir ini ialah tema persatuan dan kesatuan. Tema itu sangat penting, sebab negara Indonesia yang majemuk, terdiri dari puluhan ribu pulau, dihuni ratusan suku bangsa dengan banyak budaya, serta memeluk berbagai agama dan kepercayaan, sangat rentan mengalami perpecahan.
Kondisi tersebut menjadi lebih rentan lagi karena nafsu pragmatisme para elite yang berburu harta dan kekuasaan. Kondisi ini jelas akan mengancam kesatuan dan persatuan bangsa. Hal itu akan diperparah dengan masih adanya regionalisme, provinsialisme, sentrifugalisme, kolektivisme atau nasionalisme etnik.
Kondisi ini menyebabkan sensitifnya sikap-sikap terhadap rasa keindonesiaan. Ironisme, memang masih ada tokoh ambisius ingin menggunakan kemajemukan untuk memecah belah bangsa asal ia bisa berkuasa. Kondisi tersebut tidak saja menghambat pencapaian cita-cita nasional, namun pada gilirannya akan semakin membingungkan lapisan masyarakat yang ingin hidup damai dan tenteram penuh persaudaraan.
Baca Juga: PSIM Jamu Farmel 15 September di Mandala Krida, Ini Harapan Pelatih Seto Nurdiyantoro
Sesungguhnya bangsa Indonesia tidak lagi menghadapi kesulitan dalam mengusahakan kesatuan dan persatuan, tetapi dalam mempertahankannya ada banyak kendala karena adanya ambisi kekuasaan. Hal ini terjadi pada saat akan terjadi pergantian kekuasaan.
Bangsa kita rela prihatin di tengah-tengah krisis multidimensional demi mensukseskan reformasi guna mencapai cita-cita bangsa. Namun sayangnya, keprihatinan bangsa ini ada yang dimanfaatkan untuk kepentingan-kepentingan kelompok atau golongan, bahkan ada yang menggunakan kekerasan untuk mendesakkan tuntutannya.
Dengan kondisi yang masih memprihatinkan itu, apakah Indonesia bisa mencapai cita-cita bangsa atau malah sebaliknya. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa sesungguhnya rakyat sudah semakin dewasa bermasyarakat dan berbangsa, namun tidak sedikit para pemimpin yang masih menampakkan kekurangdewasanya.
Tidak dipungkiri, bahwa demokrasi yang sudah berjalan jauh di negeri ini sedang menghadapi ujian bertubi-tubi. Ujian terhadap demokrasi muncul dari berbagai dimensi. Semakin terbuka berbagai kasus korupsi baik di lembaga yudikatif, ekskutif, dan legislatif, pada gilirannya akan bermuara pada turunnya kadar demokrasi. Karena itu tidak mengherankan jika terjadi tawar menawar pelaksanaan demokrasi.
Baca Juga: Guru Harus Menjadi Teladan Bagi Siswa
Semangat persatuan dan kesatuan yang tercermin pada rasa nasionalisme dan cinta kebangsaan Indonesia memang bisa semakin tipis oleh berbagai sebab antara lain:
(1) pengaruh budaya globalisasi, di mana bangsa Indonesia semakin berinteraksi luas dengan bangsa-bangsa di dunia (baik formal maupun non-formal),
(2) golongan-golongan rakyat Indonesia semakin mementingkan golongannya sendiri, tidak peduli pada golongan-golongan rakyat Indonesia yang lain (kepentingan pragmatis-jangka pendek-primordial),
(3) munculnya kesombongan-kesombongan Pemerintah/rakyat Otonomi Daerah,
(4) munculnya aliran-aliran agama/kepercayaan yang dipolitisir dalam rakyat Indonesia, sehingga nilai-nilai penting nasionalisme dicampakkan ke luar, karena aliran-aliran tersebut terlalu mengagungkan agama/kepercayaan yang tidak membumi,
(5) karena cukup parahnya kebobrokan moral para elite politik, sehingga pembentukan semangat nasionalisme oleh mereka atas rakyat akan tidak efektif sama sekali.
Gerak dan dinamika perubahan yang terjadi dalam masyarakat kita juga mengambil bentuk-bentuk yang tak selalu terkirakan serta terjaring dalam renda serta struktur sosial. Apakah ini yang dinamakan zaman pancaroba? Tatkala berbagai kekuatan sosial tampil dan tidak memberikan arah perkembangan yang jelas sehingga menimbulkan rasa was-was dalam masyarakat.
Baca Juga: Digadang-gadang Jadi Calon Kiper Timnas Indonesia, Cyrus Margono Kini Justru Tenggelam
Apakah yang harus dilakukan oleh lapisan pimpinan formal dan informal dalam keadaan yang mencair ini? Penegasan dan mobilisasi kembali kepada arah dan komitmen bersama kepada pegangan dan pedoman bersama dalam hidup kita bersama sebagai bangsa dan negara.
Jika arus sekarang ini tetap mengalir tanpa usaha untuk membangkitkan kembali rasa kebersamaan, kita akan menuju ke kehancuran bangsa. Oleh karena itu, yang dibutuhkan saat ini adalah semangat untuk mau berbagi dengan sesama warga bangsa. Hanya dengan itu bangsa yang pluralis ini dapat maju dan berkembang. (Drs A Kardiyat Wiharyanto, M.M, Dosen Universitas Sanata Dharma Yogyakarta)