KRjogja.com - TERKESAN seperti sebuah distorsi, ketika jenama lokal yang seharusnya mengusung kearifan lokal dengan nilai-nilai yang dekat dengan masyarakat justru marak menggunakan wajah orang asing sebagai duta jenama (brand ambassador). Dewasa ini, wajah oppa-oppa Korea menghiasi iklan-iklan dari jenama lokal di Indonesia, baik iklan pada media cetak maupun media elektronik.
Namun, keputusan terkait penyematan kata berbau Korea maupun penggunaan idola Korea sebagai wajah dari produk bukan semata-mata arus gaya mutakhir, tetapi hasil dari pengamatan pasar.
Budaya idolizing yang begitu kuat di Indonesia menjadi alasan utama para jenama lokal berani merogoh kocek yang di luar nalar untuk menggaet idola Korea tersebut.
Baca Juga: Lestarikan Situs Budaya, IDM Siapkan Remasterplan Kawasan Candi Borobudur
Hallyu wave dan K-Pop menjadi komoditas ekspor terbesar Korea Selatan. Meskipun pernyataan ini akan mengundang kontroversi karena beberapa pihak beranggapan bahwa idola yang adalah seorang individu bebas tidak pantas diibaratkan sebagai barang niaga. Namun, kenyataannya K-Pop memang menjadi pemasukan sumber devisa negara.
Image ciptaan agensi hiburan para idola berhasil menciptakan pasar tersendiri atau lebih sering disebut fandom. Faktanya, penggemar K-Pop tak merasa rugi mengeluarkan uang jutaan bahkan milyaran hanya untuk mendapat kesempatan berbincang dengan idola mereka selama 2 menit atau menjabat tangan idola mereka dengan basa-basi selama beberapa detik.
Fenomena pocket sharing yang terjadi di kalangan penggemar K-Pop dianggap menjadi fenomena yang toxic dari kegiatan fangirling. Dengan mengingat UMR dari setiap daerah di Indonesia, tiket konser seharga 2-4 juta, bahkan ada yang mencapai belasan juta, jelas dianggap barang mewah bagi beberapa pekerja dengan gaji UMR. Namun anehnya, setiap ada konser K-Pop penontonnya bisa mencapai ratusan ribu orang, bahkan dapat memadati stadium terbesar di Indonesia, Gelora Bung Karno. Tiketnya terjual hanya dalam hitungan menit.
Baca Juga: MUI - Muhammadiyah - NU Tolak Berdirinya Toko-toko Miras di DIY
Selain itu, penggemar K-Pop juga bersedia membeli album idola mereka, bahkan membayar biaya kirim luar negeri dan pajak yang tak sedikit, demi bisa menaikkan music chart idola mereka. Belum lagi kebiasaan voting yang harus dilakukan selama masa promosi agar idola mereka memenangkan piala music show juga membuat mereka harus mengeluarkan uang yang tidak sedikit. Tak sampai di situ, setiap kali ada bentuk donasi yang mengatasnamakan idola mereka, donasi pasti akan mencapai ratusan juta hingga milyaran. Tak mengejutkan jika idola Korea tersebut menjadi duta jenama sebuah produk, dipastikan produk tersebut akan sulit ditemukan di pasaran, habis diborong oleh penggemarnya atau reseller.
Kesetiaan penggemar dan kesediaan mereka dalam menyisihkan uang mereka untuk idola mereka inilah yang menyebabnya menjamurnya marketing menggunakan idola Korea pada jenama lokal di Indonesia.
Sebuah jenama pastinya akan mempertimbangkan cost dan benefit dari penggunaan idola Korea sebagai duta jenama produk mereka. Setiap jenama mengambil sebuah keputusan pasti akan mempertimbangkan bagaimana pembiayaan yang mereka keluarkan dapat menciptakan pasar yang membuat mereka memperoleh keuntungan yang tinggi.
Baca Juga: Diduga Tawuran Gunakan Sajam, 1 Korban Dibawa ke Rumah Sakit
Pada proses cost and Pbenefit analysis, proses marketing dapat mengadaptasi pendekatan DFV (Desirability, Feasibility, and Viability). Desirabilty mengacu pada apa yang diinginkan dan dibutuhkan oleh pasar; feasibility tentang bagaimana kebaruan dan teknologi dapat menjadi bagian dari perencanaan; dan viability tentang profit yang didapat. Selain itu, menilik pendekatan Share of Wallet (SOW) yang menekankan pada marketing metric saat perusahaan melakukan kalkulasi kisaran persentase yang dengan suka rela dikeluarkan konsumen pada produk dari perusahaan mereka, penggunaan idola sebagai duta jenama dianggap sebagai pengeluaran yang menguntungkan.
Perilaku idolizing penggemar K-Pop di Indonesia yang berani merogoh kocek dalam demi idola mereka menjadi salah satu poin utama dari keuntungan jenama meski mengeluarkan miliaran rupiah untuk sebuah kontrak idola Korea. Penggemar K-Pop tak merasa berat hati untuk mengeluarkan uang hingga puluhan juta rupiah agar bisa mendukung idola mereka, apalagi jika jenama tersebut memberi iming-iming fanmeeting. (Aprilia Kristiana Tri Wahyuni SPd MA, dosen Departemen Akuntansi, Fakultas Bisnis dan Ekonomika Universitas Atma Jaya Yogyakarta)