KRjogja.com - “..ada waktu-waktu, hal buruk datang berturut-turut..”
Sepenggal lirik lagu Bernadya tersebut belakangan ini seperti sedang diwujudnyatakan dalam Perekonomian Indonesia. Isu-isu seperti deflasi, turunnya daya beli masyarakat, ketidakpastian global, ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), turunnya pertumbuhan ekonomi, serta penurunan penerimaan negara menjadi sorotan utama dalam banyak diskusi ekonomi.
Kondisi ini tidak hanya mempengaruhi dinamika pasar dan sektor industri, tetapi juga menekan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Namun, di tengah badai permasalahan ini, perekonomian Indonesia tetap memiliki potensi untuk terus bergerak maju. Optimisme harus tetap ada, mengingat sejarah menunjukkan bahwa perekonomian, meskipun terpuruk, seberapapun absurdnya selalu ada makna, berputar dan bangkit kembali.
Baca Juga: Jika Terjadi Pelanggaran, Proses Akan Panjang di Bawaslu
Tantangan Ekonomi yang Menghantui
Salah satu masalah utama yang sedang dihadapi Indonesia adalah deflasi. Meski deflasi berarti penurunan harga, deflasi justru menjadi sinyal bahwa daya beli masyarakat mengalami penurunan drastis. Turunnya harga barang dan jasa sering kali disebabkan oleh lesunya permintaan, yang berimplikasi pada penurunan produksi, investasi, dan lapangan kerja. Dampak deflasi semakin diperburuk dengan turunnya daya beli masyarakat. kenaikan harga bahan pokok, ditambah dengan ketidakpastian ekonomi global, membuat banyak rumah tangga lebih memilih menahan pengeluaran mereka. Akibatnya, sektor konsumsi yang biasanya menjadi penggerak utama perekonomian, mengalami perlambatan.
Di sisi lain, ketidakpastian global juga memberikan dampak signifikan. Ketegangan geopolitik hingga serta fluktuasi harga komoditas menyebabkan ketidakpastian di pasar internasional. Indonesia, yang sangat bergantung pada ekspor dan impor, harus menghadapi situasi ini dengan penuh kehati-hatian. Belum lagi -perusahaan besar di berbagai sektor seperti manufaktur dan tekstil terpaksa mengurangi tenaga kerja sebagai respons atas penurunan permintaan global.
Situasi ini semakin diperparah dengan laju pertumbuhan PDB Indonesia yang mengalami penurunan. Meskipun masih berada di zona positif, namun jika tidak ada perbaikan signifikan dalam jangka pendek, dampaknya bisa berlarut-larut. Penerimaan negara juga mengalami penurunan yang dapat mempersempit ruang fiskal pemerintah untuk melakukan stimulus dan subsidi kepada masyarakat dan sektor-sektor terdampak.
Baca Juga: Polres Boyolali Laksanakan Sholat Ghaib Mengenang AKBP Muhammad Yoga Buana
Optimisme dan Langkah ke Depan
Meski tantangan yang dihadapi berat, ada beberapa alasan untuk tetap optimis bahwa perekonomian Indonesia akan terus berputar dan kembali bangkit. Sejarah telah membuktikan bahwa perekonomian kita memiliki ketahanan yang kuat terhadap berbagai krisis. Di masa lalu, Indonesia berhasil keluar dari krisis moneter 1997-1998, resesi global 2008, dan pandemi COVID-19, meskipun dengan berbagai tantangan.
Pertama, peran pemerintah sangat krusial dalam memastikan roda ekonomi terus bergerak. Langkah-langkah strategis seperti mempercepat belanja negara, mengalokasikan stimulus bagi sektor-sektor terdampak, dan memberikan insentif pajak bagi industri yang tertekan dapat menjadi kunci untuk mendorong pemulihan ekonomi. Selain itu, pemerintah juga harus berfokus pada pembangunan infrastruktur dan memperkuat sektor-sektor produktif, seperti pertanian dan industri kreatif, untuk menciptakan lapangan kerja baru.
Kedua, inovasi digital juga dapat menjadi pendorong pemulihan ekonomi. Pandemi COVID-19 telah mengakselerasi adopsi teknologi di berbagai sektor yang perlu terus didorong. E-commerce, fintech, serta sektor startup teknologi diharapkan mampu menjadi penopang baru ekonomi Indonesia di era digital ini. Dengan memanfaatkan teknologi, usaha kecil dan menengah (UMKM) dapat bertahan bahkan berkembang di tengah situasi ekonomi yang sulit.
Baca Juga: Sempat Dirawat Akibat Kecelakaan, Kapolres Boyolali Akhirnya Meninggal Dunia