Hilirisasi Mumpuni

Photo Author
- Minggu, 10 November 2024 | 17:00 WIB
Septiara Silvani Putri.
Septiara Silvani Putri.


KRjogja.com - PADA Oktober 2024, Indeks Harga Konsumen (IHK) DIY mencatatkan inflasi setelah 5 kali mengalami deflasi. Berdasarkan hasil rilis Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi di DIY tercatat sebesar 0,09% (mtm), atau secara tahunan sebesar 1,58% (yoy). Komponen harga pangan masih menjadi penentu utama tingkat inflasi di DIY dimana ketersediaan pasokan dan konsumsi masyarakat sangat mempengaruhi gejolak harga. Terkait dengan pasokan, petani dan pelaku usaha dapat memainkan peran kunci dalam pengendalian harga bahan pangan yang juga berdampak pada pertumbuhan ekonomi, yakni melalui hilirisasi.

Beberapa bulan terakhir istilah hilirisasi menjadi viral. Jika semula komoditas dijual dalam bentuk bahan mentah, hilirisasi menciptakan produk turunan dengan masa guna yang lebih panjang. Hilirisasi produk pangan di DIY masih berada pada tahap pemrosesan awal sehingga produk pangan masih dipasarkan atau diekspor dalam bentuk bahan mentah atau setengah jadi. Di sisi lain terdapat produk yang telah sukses menjadi pioneer olahan hilirisasi pertanian di DIY seperti Bawang Goreng Glowing dari Nawungan dan Superbram dari Kulon Progo.

Baca Juga: Kemensos Juga Telah Mengusulkan 16 Nama Sebagai Calon Pahlawan Nasional

Beberapa produk pertanian lain bahkan telah tembus ke kancah ekspor seperti olahan kakao dari Nglanggeran serta Gula Semut Coconeera dari Kulon Progo. Berkaca pada kesuksesan produk hilirisasi tersebut dapat kita tarik beberapa benang merah. Pertama perlunya local champion sebagai penggerak inovasi produk di desa. Kedua, peran aktif dan komitmen yang tinggi dari seluruh komponen seperti BUMdes untuk meningkatkan nilai jual produk melalui packaging, pemasaran dan proses distribusi.

Ketiga, konsistensi ketersediaan bahan baku. Produk hilirisasi akan lebih baik jika berasal dari komoditas unggulan yang surplus untuk menjamin kontinuitas produksi. Penguatan mindset petani untuk mengatur pola tanam agar panen terjadi secara relatif merata antar waktu. DIY yang identik dengan industri olahan makanan dan minuman dapat memanfaatkan momentum hilirisasi ini untuk menyerap surplus produksi cabai dan bawang.

Tentunya kesuksesan hilirisasi tidak hanya berasal dari sisi pelaku usaha saja, pemerintah juga harus agile dalam perumusan kebijakan mengingat kondisi di tahun 2024 dan kedepan akan berbeda dengan tahun lalu. Evaluasi penyaluran sarana prasarana harus dilakukan, karena di tahun lalu fokus program pertanian pemerintah baik pusat dan daerah ada pada peningkatan kapasitas produksi. Sarana dan prasarana hilirisasi yang lengkap dapat mengakselerasi olahan produk pangan ke level selanjutnya untuk dapat terstandardisasi dan berkualitas ekspor.

Baca Juga: Kejurkab Rugby Sleman 2024: SMAN 1 Ngaglik Kawinkan Gelar Juara

Dari sisi fiskal, penggunaan APBD maupun dana desa dapat difokuskan untuk memperkuat infrastruktur ketahanan pangan. Infrastuktur yang berkualitas dapat mendorong potensi produk pertanian rumahan naik kelas sehingga bisa menjadi produk manufaktur yang berkualitas ekspor dan membuka peluang investasi. Investor dapat menyediakan alat produksi sehingga dapat membantu meningkatkan kualitas dan stabilitas hasil panen.
Sinergi ini menguntungkan kedua belah pihak, petani mendapat pasar yang terjamin sementara investor memperoleh pasokan bahan baku berkualitas.

Selain itu sebagai destinasi wisata, pemasaran produk pangan ke hotel, restoran, cafe maupun desa wisata diharapkan dapat menggaet awareness baik wisatawan maupun masyarakat. Seperti Desa Wisata Nglanggeran yang meraih UNWTO Best Tourism Village 2021 yang saat ini telah sukses mengekspor olahan kakao. Di DIY kurang lebih terdapat 224 desa wisata yang tentunya berpotensi mendorong ekonomi lokal dengan masing-masing produk hilirisasi unggulannya.

Baca Juga: 27 Motor Knalpot Brong Milik Pelajar SMK di Karanganyar Ditilang Polisi

Suksesnya hilirisasi pangan dari berbagai aspek juga sangat berperan dalam upaya pengendalian inflasi. Melalui strategi yang lebih adaptif terhadap pola konsumsi masyarakat, adanya kolaborasi pemerintah – swasta – pelaku usaha yang kuat dapat meningkatkan nilai jual dan memperpanjang masa guna sehingga dapat menstabilkan pasokan komoditas pangan. (Septiara Silvani Putri, Manager Tim Perumusan KEKDA Provinsi KPwBI DIY)

 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Danar W

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X