Mencipta Guru Hebat, Bagaimana?

Photo Author
- Senin, 25 November 2024 | 21:00 WIB
 Bekti Lestari S.Pd, MPd akrab dengan muridnya di SMKN 1 Pengasih Kulonprogo.
Bekti Lestari S.Pd, MPd akrab dengan muridnya di SMKN 1 Pengasih Kulonprogo.

Jepang pasca bom atom tahun 1945 sungguh sangat memprihatinkan. Di saat keadaan negara sudah sedemikian remuk, bukannya bertanya tentang berapa tentara yang masih ada, kaisar Hirohito justru menanyakan berapa jumlah guru yang tersisa saat negaranya telah luluh lantak, bukan jumlah tentara yang tersisa.  Kaisar  mengatakan kepada seluruh  rakyat Jepang bahwa kepada gurulah sekarang mereka akan bertumpu. Hal ini menunjukkan betapa bernilainya seorang guru.

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah RI (Mendikdasmen), Abdul Mu'ti, dalam sambutan  Hari Guru Nasional tahun ini bertema Guru Hebat Indonesia Kuat. Tema tersebut memiliki tiga makna. Pertama, penegasan mengenai arti dan kedudukan penting para guru. Sesuai Undang-undang Guru dan Dosen nomor 14/2005, guru adalah pendidik profesional yang bertugas mengajar, mendidik, membimbing, dan meniai hasil belajar para murid. Kedua, guru tidak hanya berperan sebagai agen pembelajaran, tetapi juga agen peradaban. 

Para guru tidak hanya mendidik para murid sehingga memiliki kecerdasan, keterampilan, dan karakter yang baik. Ketiga, guru sebagai penentu kualitas sumber daya manusia, generasi bangsa yang melanjutkan perjuangan dan bertanggung jawab memajukan bangsa dan negara

Kini ketika teknologi makin canggih, ternyata tantangan guru juga berbeda jauh dibandingkan ketika teknologi internet belum merambah kemana-mana. Kini, ada perbedaan tantangan  yang harus dihadapi seorang guru ketika mendidik siswanya. Perubahan system juga terjadi.

Menurut Dr Laily Amin Fajaryah M.Pd, guru bahasa Inggris SMPN V Panggang Gunungkidul yakni karakter siswa , teknologi dan kolaborasi antara sekolah, masyarakat dan keluarga.

Mau tidak mau, teknologi yang masuk juga berpengaruh terhadap karakter siswa. Misalnya berkembangnya Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan. Mau tidak mau siswa harus belajar namun harus hati-hati dalam penggunaan pada pelajaran. Harus diingatkan jangan sampai ada ketergantungan siswa terhadap penggunan AI tersebut. 

Maka disinilah peran guru untuk membimbing siswa, mengingatkan agar tidak ada ketergantungan. Guru justru harus mengarahkan agar AI digunakan dengan tepat. Ia juga mengatakan agar penggunaan aplikasi dalam Google misalnya, digunakan secara baik namun tidak mengganggu dalam mata pelajaran bahasa Inggris misalnya.

Pengalaman dalam membimbing karakter muridnya, juga dialami ketika mulai mengajar setelah menyelesaikan tugas belajar program doktor di UNY. Bagaimana membimbing agar senantiasa menghormati guru. Pengalamannya bagaimana guru harus mendekat kepada siwanya, berhasil mendidik siswa bisa menghormati seorang guru. Strategi tersebut adalah upaya untuk mengembalikan karakter siswa, agar senantiasa menghomati para gurunya

Bagi alumnus UNY tersebut, menjadi guru juga harus siap menjadi sahabat dan orang tua siswa. Dalam istilahnya, belum tentu gelas cinta siswa itu terisi penuh. Maka bukan tidak jarang ia harus menjadi pendengar yang baik bagi muridnya yang ingin curhat, agar gelas cinta itu menjadi penuh.

Bahkan suatu hari, ada siswa yang terlambat ke sekolah dan mengantuk, matanya merah. Siswa tersebut curhat semalam nongkrong sampai jam 2 pagi di rumah teman. Ya sekadar ngobrol saja, namun sampai dini hari. Nasihat yang diberikan juga harus dengan pemahaman untuk tidak melakukan lagi, karena bisa tidak sehat dan ngantuk, sehingga  sulit menerima pelajaran. Siswa tersebut menerima nasehat itu.

Usaha yang lain, ia meminta kepada Bu Dukuh  di desa tersebut untuk melarang anak-anak muda nongkrong sampai malam. “ Saya khawatir kalau dibiarkan, bisa berdampak buruk .“ katanya. Ini adalah usaha preventif, seperti pernah  diberlakukan aturan jam belajar masyarakat pada waktu tertentu. Dan ternyata usaha tersebut berhasil. Pengalamannya, guru memang harus bisa menjadi apa saja untuk mendukung agar berhasil mencapai tujuannya. 

Menurutnya menghadapi masa puber siswa, guru juga harus arif. Misalnya soal sex education, masa puber itu menjadi rasa penasaran. Ketimbang ia mencari jawaban yang salah dari medsos atau aplikasi yang banyak beredar, guru harus memberikan penjelasan yang benar. Supaya jangan tersesat informasinya.

“Saya sering memberi contoh untuk menyapu kelas misalnya. Sekedar memotivasi.” Tambahnya.

Mau tidak mau, teknologi yang terus menawarkan perubahan yang harus dihadapi guru. “Suka atau tidak, kita harus paham betul dalam mengadopsi teknologi untuk pengajaran” kata  Juvita Deta Carolina S.Pd, guru mata pelajaran Geografi SMAN II Wates, Kulonprogo.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Agusigit

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X