KRjogja.com - DASAR PEMBENTUKAN Pendamping Desa Budaya adalah Pergub DIY-no-93-tahun-2020, tentang Desa/Kalurahan Mandiri Budaya, serta Perdais DIY no. 3 Tahun 2017 , menjadi landasan Pendamping Desa Budaya dalam berkerja. Dengan dasar tersebut, Kalurahan/Kelurahan diharapkan memiliki pendamping budaya untuk dapat meningkatkan kemampuan manajemen pengelolaan desa budaya serta potensi seni dan aktivitas budaya lain yang ada . Terkait hal tersebut Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan DIY) telah melaksanakan pengembangan, pembinaan dan pelestarian nilai nilai budaya lokal dengan strategi mempertahankan, mengembangkan memberdayakan masyarakat desa untuk partisipasi, sehingga dapat berdaya guna.
Langkah tersebut diperkuat dengan UU Pemajuan Kebudayaan no 5 tahun 2017, untuk pengelolaan budaya dari tingkat pusat hingga daerah. Harapannya proses pendampingan budaya menghasilkan sebuah perkembangan yang patut diperhitungkan dalam pemajuan kebudayaan. Oleh karena itu maka keberadaan pendamping budaya di tengah aktivitas budaya masyarakat di kelurahan/kalurahan sangat dibutuhkan.
Peran pendamping budaya di sini sangat strategis dalam ikut mengembangkan desa budaya. Desa budaya merupakan representasi nyata dari kekayaan budaya lokal yang diwariskan turun-temurun oleh masyarakat. Dalam konteks pembangunan berkelanjutan, pelestarian budaya lokal menjadi kunci untuk menjaga identitas dan kearifan lokal. Peran pendamping budaya menjadi sangat penting dalam menjembatani antara masyarakat adat, pemerintah, dan pihak luar, serta memastikan bahwa pengembangan budaya dilakukan secara partisipatif dan berkelanjutan.
Kontribusi Pendamping Budaya
Dalam satu dekade ini pendamping budaya diterjunkan di seluruah kelurahan /kalurahan di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Namun bagaimana progress dari peran pendamping budaya terhadap wilayah yang didampingi? Pertanyaan ini tentu saja terkait dengan pemahaman makna pendampingan serta substansi kegiatan yang harus dilakukan di tengah masyarakat. Rapor atau kinerja pendamping budaya tentu saja telah dicatat pimpinan wilayah dalam hal ini Bapak Lurah setempat dibantu tim monitoring yang ditunjuk. Berhasil dan tidaknya proses pendampingan dapat dilihat dari bekal atau kompetensi yang dimiliki seorang pendamping budaya. Disinilah peran penting pendamping desa budaya yang memiliki wawasan komprehensif tentang kebudayaan diperlukan (tidak hanya terampil dalam berkesenian). Yang menjadi masalah ketika pendamping budaya itu minim pengalaman dan pengetahuan tentang esensi pendampingan budaya , apalagi jika tidak berhasil beradaptasi dengan masyarakat desa yang didampingi. Ini tentu saja akan menghasilkan miss komunikasi dalan melaksanakan program pendampingan.
Mekanisme Rekruitmen Pendamping Budaya
Oleh karena itu ke depan Dinas Kebudayaan DIY, perlu meninjau ulang mekanisme perekrutan pendamping budaya. Kalau perlu diuji kompetensi melalui mekanisme sertifikasi yang legal , sehingga dasar penentuan pendamping budaya tidak berdasarkan pemilihan yang subjektif, namun secara objektif bisa terukur dan kompeten di bidangnya.
Bekal pendamping desa budaya ini memang harus benar-benar memahami visi misi Gubernur menyongsong abad Samudera Hindia demi mewujudkan kemuliaan martabat manusia Jogja serta seiring dengan visi Gubernur yang tertuang dalam RPJMD 2005-2025 yakni mewujudkan DIY sebagai pusat pendidikan, budaya, dan daerah tujuan wisata terkemuka di Asia Tenggara dalam lingkungan masyarakat yang maju, mandiri, dan sejahtera. Serta dalam rangka percepatan Visi Gubernur dan Wakil Gubernur DIY 2022-2027 (RPJMD) akan diupayakan dengan tiga prioritas utama yaitu mewujudkan Pancamulia Masyarakat Jogja. Terkait hal tersebut penerapan pengetahuan pendamping budaya harus terintegrasi ke dalam program-program di kalurahan/kelurahan yang mengarah ke investasi untuk menuju kesejahteraan masyarakat sesuai dengan visi misi dari Gubernur DIY.
Tantangan Pendamping Budaya
Tantangan pendamping budaya harus bisa mengatasi masalah, seperti keterbatasan akses informasi, minimnya dokumentasi budaya, hingga rendahnya kesadaran sebagian masyarakat akan pentingnya literasi budaya untuk ikut melestarikan budaya. Oleh karena itu, dibutuhkan pendekatan yang inklusif, sensitif budaya, dan konsisten dalam menjalankan pendampingan terkait permasalahan sbb:
1.Pemetaan Budaya dengan cara membantu masyarakat dalam mengidentifikasi, mendokumentasikann potensi budaya desa, termasuk seni pertunjukan, upacara adat, bahasa lokal, kuliner tradisional, arsitektur, dan sebagainya.
2.Mendorong partisipasi aktif Masyarakat melalui pendekatan partisipatif, mengajak semua elemen masyarakat, termasuk pemuda dan perempuan, untuk terlibat aktif dalam pelestarian budaya.
3.Menjadi mediator dengan pihak eksternal; lembaga pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, akademisi, dan pihak swasta untuk membuka peluang kerja sama dan dukungan sumber daya.
4.Mendukung upaya Inovasi kreatif dan Promosi Budaya, seperti digitalisasi arsip budaya, pengembangan wisata budaya, serta promosi melalui media sosial dan pameran.