Kembali pada anomali sang tahu segalanya, kegilaan AI berhasil memikat anak muda dari Sabang hingga Merauke. Para pejuang pendidikan itu kini sepakat untuk memegang erat kawan barunya yang berwujud chatbot. Dari survei dari Tirto dan Jakpat (Mei 2024) didapatkan hasil sekitar 86,21% pelajar Indonesia yang berusia 15-21 tahun, baik jenjang SMA maupun mahasiswa mengaku menggunakan AI setidaknya sekali sebulan untuk menyelesaikan tugas mereka.
Selain itu, Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid yang juga mengutip survei yang sama lalu menyatakan bahwa 87% pelajar di Indonesia menggunakan AI untuk mengerjakan tugas mereka. Luar biasa, ternyata masyarakat kita tak gagap teknologi. Akan tetapi, bagaimana dengan hasil pekerjaan atau tugas mereka? Akankah hasilnya sama dengan mereka yang menjawab dengan membaca buku-buku dan artikel sepanjang malam?
Kecerdasan buatan memang membantu para generasi muda dalam menjalankan kewajibannya sebagai pelajar yang berintegritas. Sayangnya, sepertinya mereka terlena dan terlanjur nyaman dengan situasi tersebut. Lama-lama, rasa manja akan belajar menjadi pemenangnya. Buku-buku, ebook, jurnal-jurnal online makin sepi peminat. Mereka berpikir bahwa adanya chatbot adalah kunci kesuksesan. Padahal justru sebaliknya, ketergantungan membuat pecandu AI ‘enggan’ belajar dengan semestinya.
Baca Juga: Menag Nasaruddin Umar Terima Gelar Doctor of Divinity dari Hartford International University
Satu poin yang digarisbawahi, apakah mereka (AI) adalah perusak? Ada kutipan dari kitab Al-Qur’an tepatnya pada Surat Al-An’am ayat 141 “Makanlah buahnya apabila ia berbuah dan berikanlah haknya (zakatnya) pada waktu memetik hasilnya. Akan tetapi, janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Tuhan tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”. Semua yang berlebihan itu tidak lagi membawa kebaikan. Terlalu banyak efek samping jika konsumsi kita dalam memanfaatkan chatbot terlalu akut, tak diimbangi dengan adanya ilmu terapan yang sebenarnya.
Kecerdasan buatan adalah kawan, bagi kita yang juga melangkah maju untuk menggapai ilmu. Akan tetapi, mereka adalah pesaing kita untuk mennggapai kursi kerja yang saat ini kita incar. Kita tidak bisa hidup tanpa teknologi di era 4.0 ini, maka menjadi sosok manusia yang berintegritas dengan pemikiran kritis tentu merupakan bekal utama yang selalu dipinggul dalam mindset. AI bukan hal yang perlu ditakutkan, gandeng mereka dan belajar bersama adalah seuatu yang sangat indah. Siapkan nyalimu anak muda, tiap langkahmu akan tercatat sebagai sejarah beradaban era ini. Ingat kata bapak presiden pertama kita, “Seribu orang tua bisa bermimpi, satu orang pemuda bisa mengubah dunia.” – Ir. Soekarno (Penulis Mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia-S1, Fakultas Bahasa, Seni, dan Budaya (FBSB), Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).