Bonus Demografi

Photo Author
- Senin, 16 Juni 2025 | 22:30 WIB
Dr. Dorothea Wahyu Ariani.
Dr. Dorothea Wahyu Ariani.

KRjogja.com - BONUS DEMOGRAFI terdengar sebagai sesuatu yang positif. Banyaknya penduduk berusia 15 hingga 64 tahun yang lebih besar dari usia anak-anak dan lansia memang tampak sebagai berkurangnya angka ketergantungan. Tahun 2020 hingga 2030 dinyatakan sebagai puncak bonus tersebut di Indonesia. Namun benarkah penampakan positif itu yang muncul?

Manusia memang merupakan modal yang luar biasa besarnya sehingga disebut human capital. Di sisi lain, dunia sudah berlomba-lomba memperbarui teknologi sehingga muncul pernyataan manusia dapat digantikan oleh teknologi. Pernyataan mengenai ‘pikiran dan tenaga manusia bisa diganti oleh artificial intelligence (AI)’ sering digaungkan.

Fenomena job fair yang membludag diikuti isu bahwa ‘job fair hanya bohong belaka’. Instansi membuka lowongan hanya sekadar memenuhi kewajiban, namun tidak ada pelamar yang diterima. Atau seandainya ada pun jumlahnya tidak akan menampung pelamar yang jumlahnya puluhan bahkan ratusan ribu. Belum lagi rekrutmen secara online yang selalu diikuti komentar pelamar ‘lho yang kemarin saja kami belum dijawab diterima atau tidak, sekarang sudah rekrutmen lagi?’ Miris membacanya.

Hastag #kaburajadulu seolah menjadi solusi terbaik bagi anak muda yang ingin maju, berkembang, dan mandiri namun di negeri sendiri mereka tidak tertampung secara layak. Belum lagi masalah gaji yang diterima di Indonesia dengan di negara lain yang terlalu curam perbedaannya.

Baca Juga: Putra GBPH H Joyokusumo, KRT Jayaningrat Meninggal Dunia

Masyarakat justru disuguhi dengan wacana perpanjangan usia pensiun ASN yang menyiratkan bahwa generasi lanjut usia masih butuh pekerjaan juga. Masih produktifkah? Atau kinerja sudah sulit diukur karena peran orang dalam (ordal) yang sangat kental? Belum lagi budaya korupsi yang semakin merajalela dengan merampas milik bangsa dan negara, hingga kekayaan alam dan pulau-pulai saja dijarah tanpa bekas. Kepercayaan demi kepercayaan sudah hilang, namun tidak ada suara lantang karena semua sendi sudah teracuni dengan kenikmatan.

Kalau kita berbicara mengenai human capital, memang manusia merupakan aset negara yang luar biasa besarnya. Jepang saja mengalami krisis karena jumlah penduduknya terus menurun. Pekerja menurun, konsumen juga menurun sehingga perekonomian melambat. Indonesia barangkali berada di sisi lain. Jumlah penduduk sangat besar, 285 juta jiwa, urutan keempat di dunia, namun tidak mampu bekerja karena kurangnya lapangan kerja, sehingga tidak mampu melakukan kegiatan konsumsi karena tidak punya penghasilan.

Baca Juga: Menipu dengan Uang Palsu, 'Gus Egy' Ditangkap Polisi Cilacap

Tampak bahwa ledakan penduduk di Indonesia memang tidak disiapkan dengan baik. Kalau boleh membandingkan di Era Soeharto, program keluarga berencana (KB) berjalan dengan baik dengan slogan ‘2 anak cukup’. Sekarang tidak ada lagi kampanye KB secara masif tersebut, sehingga pertumbuhan penduduk tidak terkendali.

Dengan kata lain, bonus demografi di Indonesia memang tidak direncakan akibat gagalnya program pengendalian jumlah penduduk. Pendidikan kita belum disiapkan dengan baik menghadapi lonjakan jumlah penduduk, dan tidak ketinggalan lapangan kerja dan lapangan usaha yang belum tertangani dengan benar.

Dalam kondisi yang sudah seperti itu, peran pemerintah diperlukan untuk melakukan penataan. Kepercayaan masyarakat harus dibangkitkan dengan membuktikan bahwa pemerintah memang benar-benar bersih dan berkomitmen untuk melakukan perubahan. Keberpihakan pada masyarakat perlu ditunjukkan dengan program-program nyata.

Budaya korupsi dihentikan dengan tidak membiarkan penjarahan dan keserakahan. Hal ini tentu didukung dengan pembangunan bidang hukum, undang-undang, dan peraturan yang tidak diubah-ubah sesuai jidatnya.

Baca Juga: Beri Perhatian Soal Ketahanan Pangan, GKR Hemas Kunjungi Petani Bawang di Klayar Gunungkidul

Bidang pendidikan ditata kembali dengan memberikan bekal hard skill dan soft skill, serta teladan yang baik dengan tidak manipulasi data. Kepedulian dunia usaha perlu dibangun sehingga the new human capital di era digital mampu terserap dan diterima untuk membangun habitus baru yang transparan, bersih, dan berwibawa.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Danar W

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X