PEMERINTAH menuntaskan pembentukan 80.000 Koperasi Merah Putih (KMP) di seluruh desa dan kelurahan di Indonesia. Ini disampaikan oleh Wakil Menteri Koperasi dan UKM dalam kunjungannya ke Malang (iNews.id, 25/6/2025). Bagi DIY, artinya membentuk 438 koperasi baru dengan 392 KMP di kalurahan wilayah perdesaan dan 46 kelurahan di wilayah kota. Sudah siapkah kita menyambut era baru kebangkitan ekonomi desa?
Ambisi Pemerintahan Prabowo membangun satu koperasi aktif di setiap desa dan kelurahan merupakan cita-cita luhur agar koperasi menjadi soko guru perekonomian Indonesia. Saya ingat gagasan Soemitro Djojohadikusumo, ayah Presiden Prabowo, yang menafsirkan Sistem Ekonomi Pancasila sebagai sistem ekonomi yang berorientasi pada sila I, II, III, IV, dan V. Khusus sila IV, profesor dari FE UI ini menekankan pentingnya “Rakyat berperan dan berpartisipasi aktif dalam usaha pembangunan”.
Maka, koperasi harus menjadi sokoguru perekonomian dan merupakan bentuk paling konkret dari usaha bersama (lihat buku saya berjudul Ekonomika Indonesia, tahun 2009).
Baca Juga: Payah! 571 Ribu Penerima Bansos Terciduk Main Judi Online
Berpacu Dalam KMP
DIY muncul sebagai “juara” nasional dalam pembentukan KMP. Hingga Juni 2025, 410 KMP dari total 438 kelurahan/desa DIY telah memperoleh pengesahan badan hukum dari Kemenkumham. Capaian 93% ini menjadikan DIY tertinggi di Indonesia dalam persentase pengesahan badan hukum KMP.
Semua wilayah DIY sudah membentuk KMP. Kulon Progo mendirikan 88 KMP di 88 desa, Bantul juga mendirikan 75 KMP di 75 desa. Sekitar 50% dari 144 kalurahan di Gunungkidul sudah membentuk KMP. Kota Yogyakarta baru mendirikan 15 KMP dari 46 kelurahan. Sleman membentuk 14 KMP dari 86 kalurahan, namun 11 dinobatkan “KMP desa percontohan aktif” oleh KemenkopUKM. Betapa tingginya antusiasme menyambut gagasan KMP lewat musyawarah desa khusus hingga pendirian koperasi.
Namun persoalan teknis, mulai dari keterbatasan notaris berizin, lamanya proses pengesahan Kemenkumham, hingga kebingungan soal model bisnis koperasi, masih menjadi batu sandungan. Pemerintah menjanjikan dana pinjaman hingga Rp 3 miliar per koperasi. Namun, realisasinya tidak mudah. Dana Rp 3 miliar per KMP bukan hibah, melainkan plafon pinjaman yang harus diajukan melalui bank milik negara dan dikembalikan maksimal dalam 6 tahun. Syaratnya, koperasi harus punya badan hukum, proposal rencana bisnis, dan kemampuan tata kelola. Pinjaman baru dicairkan bila proposal rencana bisnis disetujui oleh bank BUMN.
Bagi sebagian besar kalurahan, ini masih sulit dipenuhi. Pendampingan dan sinergi dari pemda DIY dan kabupaten/kota, Kementerian Koperasi & UKM, serta 105 perguruan tinggi DIY amat dinanti para pengurus KMP.
DIY mempunyai potensi menjadi provinsi percontohan KMP. Sebanyak 11 kalurahan disebut memiliki KMP desa percontohan aktif oleh Kemenkop UKM karena punya aktivitas nyata seperti toko sembako, apotek, simpan-pinjam. DIY memiliki modal sosial kuat dan jaringan kalurahan aktif berkat reformasi kalurahan. Namun, potensi itu hanya bisa tercapai bila:
(1) Legalisasi koperasi dipercepat;
(2) KMP memiliki usaha bisnis yang menguntungkan;
(3) Model bisnis koperasi sejalan dengan potensi desa dan menjadi penopang desa wisata/budaya/kerajinan;
(4) Jumlah anggota koperasi melonjak karena baru 767.169 penduduk DIY, sekitar 20% penduduk, yang menjadi anggota koperasi.