Kisah Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Sidomulyo di Sleman memberi pelajaran menarik. Gapoktan di Kapanewon Godean ini sudah memproduksi 200-300 ton beras atau senilai Rp 3 miliar per bulan dengan distribusi menjangkau wilayah Jabodetabek, memiliki gudang, toko, beras merek Super Sidomulyo.
Diresmikan oleh Gubernur DIY tahun 2010, Gapoktan ini meningkat pesat sejak 2016 pasca memperoleh izin edar dan memiliki mesin penggilingan modern. Pengembangan Gapoktan menjadi KMP merupakan bagian dari strategi penguatan koperasi seperti tertuang dalam Asta Cita Presiden Prabowo, khususnya swasembada pangan, serta pengembangan agromaritim dan industri berbasis koperasi. Gapoktan Sidomulyo ditetapkan sebagai model pengembangan KMP oleh Kemenkop UKM sejak Maret 2025. Inilah “koperasi yang hidup”, yaitu mampu menghidupi anggotanya. KMP perlu lebih banyak contoh “role model” seperti ini.
KMP adalah jalan panjang mewujudkan kedaulatan ekonomi rakyat. Jangan mengejar jumlah KMP tetapi bagaimana menumbuhkan koperasi yang “hidup”. Sekitar 19% koperasi DIY “tidak hidup”. “Hidup” artinya aktif menjadi alat perjuangan ekonomi anggotanya, menyelenggarakan Rapat Anggota Tahunan, membagikan Sisa Hasil Usaha kepada anggotanya, dan bermanfaat bagi rakyat khususnya menurunkan kemiskinan dan ketimpangan DIY yang di atas nasional.
KMP harus mampu mengembangkan modal, membuka lapangan kerja, dan menjadi solusi masalah ekonomi desa. Jika DIY serius, bukan tidak mungkin 438 koperasi dengan label “KMP” akan menjadi barisan ekonomi rakyat tangguh yang lahir dari desa, untuk Indonesia.(Prof Mudrajad Kuncoro PhD, Guru Besar Ilmu Ekonomi Sekolah Vokasi UGM; Anggota Dewan Pakar ISEI Cabang Yogyakarta)