Menghidupkan Kembali Semangat Interdisipliner di Tengah Rutinitas Akademik

Photo Author
- Senin, 14 Juli 2025 | 12:50 WIB
Oscar Chrismadian Noventa, S.E., M.Sc.,
Oscar Chrismadian Noventa, S.E., M.Sc.,

KRjogja.com - DALAM lanskap pendidikan tinggi yang semakin kompleks, tuntutan terhadap dosen tidak lagi sebatas pada pelaksanaan tridharma secara individual, melainkan pada kemampuan membangun sinergi lintas bidang ilmu. Sayangnya, dalam keseharian akademik, kolaborasi interdisipliner sering kali terkendala oleh rutinitas administratif, segmentasi struktural antarprogram studi, serta budaya kerja yang masih berpusat pada pencapaian individual.

Di balik berbagai pencapaian akademik dan institusional, tersembunyi satu tantangan mendasar: belum tumbuhnya ekosistem kolaboratif yang sehat dan berkelanjutan, khususnya dalam konteks riset dan pengabdian masyarakat lintas disiplin. Padahal, dinamika sosial-ekonomi saat ini menuntut pendekatan yang tidak lagi bisa dibingkai oleh satu perspektif keilmuan saja. Permasalahan seperti transformasi digital di sektor UMKM, ketahanan pangan berbasis komunitas, hingga penguatan literasi keuangan masyarakat pedesaan, semuanya memerlukan sinergi antar keahlian.

Baca Juga: Jogja Tak Pernah Sepi, 5 Alasan Mengapa Wisatawan Selalu Balik Lagi

Kolaborasi interdisipliner bukan sekadar strategi untuk memperoleh hibah atau akreditasi, tetapi merupakan manifestasi dari semangat akademik yang sejati: saling belajar, saling memperkaya perspektif, dan bersama-sama mencari solusi atas persoalan nyata masyarakat. Sayangnya, pola kerja di banyak perguruan tinggi masih bercorak silo dosen bekerja dalam batas program studi masing-masing, jarang berinteraksi lintas fakultas kecuali dalam kegiatan seremonial. Bahkan, tidak sedikit yang belum pernah berjumpa atau berdiskusi substantif dengan kolega di gedung sebelah, meskipun bekerja dalam satu institusi yang sama.

Untuk menghidupkan kembali semangat kolaboratif ini, perlu dihadirkan pendekatan yang lebih humanis dan sistemik—yakni pendekatan yang tidak hanya bertumpu pada struktur formal, tetapi juga menyentuh dimensi relasional dan nilai-nilai kolegial dalam kehidupan akademik. Kolaborasi tidak akan tumbuh di ruang yang kering secara emosional dan kaku secara struktural. Oleh karena itu, yang pertama perlu dihadirkan adalah ruang interaksi akademik yang inklusif dan tidak hierarkis, di mana seluruh dosen—baik senior maupun junior, dari berbagai latar belakang keilmuan—dapat bertemu dalam suasana yang saling menghargai.

Forum-forum diskusi tematik, kelompok studi bersama, komunitas pembelajar lintas prodi, atau even akademik internal yang melibatkan banyak perspektif dapat menjadi titik temu yang mendorong tumbuhnya dialog, rasa saling percaya, dan pemahaman lintas disiplin yang otentik.

Baca Juga: Liburan Hemat Mahasiswa, Menjelajah Destinasi Wisata Unik Lereng Merapi

Kedua, kampus perlu memberikan insentif institusional yang konkret dan berkelanjutan bagi kolaborasi interdisipliner. Salah satu bentuk yang efektif adalah melalui program hibah internal berbasis isu strategis lokal atau nasional, yang secara eksplisit mensyaratkan keterlibatan lintas rumpun keilmuan. Dengan demikian, dosen dari berbagai bidang dapat duduk bersama untuk merumuskan pertanyaan riset yang lebih kontekstual dan menyeluruh. Pendekatan ini tidak hanya memperluas daya jangkau pengabdian masyarakat, tetapi juga memperkaya dimensi keilmuan riset yang dihasilkan—baik dari segi pendekatan metodologis maupun pemaknaan hasil.

Ketiga, penting untuk menumbuhkan budaya apresiasi terhadap kerja tim yang setara dan saling melengkapi. Dalam banyak proyek akademik, kontribusi-komponen yang bersifat minor—misalnya, analisis sosial dalam proyek teknik, dukungan visual dalam riset ekonomi, atau sentuhan pedagogis dalam inovasi teknologi—sering kali tidak mendapatkan pengakuan yang layak. Akibatnya, banyak dosen merasa enggan untuk terlibat dalam tim lintas disiplin jika kontribusinya tidak dihargai secara proporsional.

Baca Juga: Ini Dia SCBD Jogja: Seturan Central Business District, Anak Kos dan Ide Besar

Menghidupkan kembali semangat interdisipliner di tengah rutinitas akademik bukanlah perkara mudah. Dibutuhkan keberanian untuk keluar dari zona nyaman, serta komitmen untuk membangun budaya akademik yang lebih dialogis, terbuka, dan saling percaya. Namun bila hal ini dilakukan secara konsisten, hasilnya akan jauh melampaui sekadar kolaborasi administratif melainkan sebuah transformasi budaya yang memperkuat relevansi dan daya saing institusi pendidikan tinggi. Kampus bukan hanya tempat berkumpulnya para ahli, tetapi juga ruang hidup intelektual yang idealnya dirawat bersama. Dalam ruang inilah, keberagaman ilmu bukan menjadi sekat, melainkan jembatan menuju pemahaman dan solusi yang lebih utuh atas kompleksitas dunia. (Oscar Chrismadian Noventa, S.E., M.Sc., Dosen Manajemen Fakultas Bisnis dan Ekonomika, Universitas Atma Jaya Yogyakarta)

 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Danar W

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X