Oleh:
Edo Segara Gustanto*
DI tengah tantangan kemiskinan dan kesenjangan sosial, zakat, infak, dan sedekah (ZIS) memiliki peran strategis sebagai instrumen filantropi Islam yang memberi dampak langsung terhadap kesejahteraan masyarakat. Indonesia, dengan potensi zakat nasional yang mencapai lebih dari Rp 327 triliun, menargetkan peningkatan pengumpulan minimal 10 % pada tahun 2025. Namun, realisasi saat ini menurut data Kemenag (RI) baru menyentuh di angka Rp 42 triliun. Hal ini masih jauh dari potensi penuh yang bisa dimanfaatkan untuk pemberdayaan umat dan pengentasan kemiskinan.
Secara khusus di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), potensi ZIS sangat besar, diperkirakan mencapai Rp 2,6 triliun. Namun yang berhasil dihimpun hingga saat ini baru sekitar 2,5 % dari total potensi.
Capaian pengumpulan dana ZIS BAZNAS se-DIY di tahun 2024: BAZNAS DIY Rp 9,89 miliar, BAZNAS Kota Yogyakarta Rp 7,7 miliar, BAZNAS Sleman Rp 11,42 miliar, BAZNAS Bantul Rp 5,8 miliar, BAZNAS Kulonprogo Rp 12,5 miliar, BAZNAS Gunungkidul Rp 8,03 miliar. Ini belum termasuk data dari Lembaga Amil Zakat (LAZ) se-DIY. Data tersebut masih menunjukkan betapa besar kesenjangan antara potensi dan realisasi.
Indeks Zakat Nasional (IZN) menjadi acuan penting dalam mengevaluasi capaian dan kinerja lembaga zakat dalam aspek pengumpulan, distribusi, hingga pemberdayaan. DIY telah menunjukkan kemajuan melalui evaluasi IZN dan framework
penilaian “Kaji Dampak Zakat”, meski tantangan seperti rendahnya literasi zakat, keterbatasan distribusi, dan kebutuhan transparansi, masih perlu segera diatasi. Karena itu, memahami gambaran potensi serta tantangan tersebut menjadi langkah awal yang esensial untuk merumuskan strategi penghimpunan ZIS yang lebih optimal, efektif, dan berkelanjutan di DIY.
Indeks Zakat Nasional DIY 2025
Hasil pengukuran Indeks Zakat Nasional (IZN) tahun 2025 menunjukkan Provinsi DIY memperoleh skor 0,617 (termasuk kategori baik). Secara umum, kinerja pengelolaan zakat di wilayah ini cukup solid, terutama pada dimensi mikro yang mencapai skor 0,725, menandakan bahwa tata kelola operasional zakat, pengumpulan, penyaluran, SDM, dan dampak zakat sudah berjalan efektif.
Sementara itu, dimensi makro mencatat skor 0,617, yang meskipun masuk kategori baik, masih memiliki ruang peningkatan, khususnya pada indikator dukungan APBD, kondisi ekonomi, dan indeks kemiskinan yang nilainya relatif rendah. Keunggulan DIY terlihat pada aspek regulasi (skor sempurna 1,000) serta indikator pendidikan dan kesehatan yang tinggi, yang mencerminkan adanya kebijakan dan infrastruktur sosial yang mendukung.
Kelemahan masih tampak pada pelaporan (skor 0,333, kategori kurang) yang mengindikasikan perlunya perbaikan transparansi dan akuntabilitas data. Pada level kabupaten/kota, semua BAZNAS di DIY masuk kategori baik, dengan skor tertinggi diraih Kota Yogyakarta (0,734) dan terendah Gunungkidul (0,605).
Temuan ini menggambarkan bahwa meski ekosistem zakat di DIY cukup sehat, peningkatan di aspek ekonomi mustahik, dukungan anggaran, dan sistem pelaporan masih diperlukan untuk mencapai kategori berkelanjutan.
Solusi Pengentasan Kemiskinan di DIY Melalui ZIS
Potensi ZIS di DIY yang mencapai triliunan rupiah merupakan sumber daya sosial-ekonomi yang belum dimanfaatkan secara optimal. Kesenjangan antara potensi dan realisasi pengumpulan menunjukkan perlunya strategi baru yang lebih terukur dan partisipatif.
Melalui penguatan literasi zakat, peningkatan kepercayaan publik, serta pemanfaatan teknologi penghimpunan, ZIS dapat menjadi motor penggerak pengentasan kemiskinan yang efektif, tidak hanya dalam bentuk bantuan konsumtif, tetapi juga program pemberdayaan yang berkelanjutan.
Upaya pengentasan kemiskinan melalui ZIS di DIY dapat diarahkan pada program-program produktif yang menyasar kelompok rentan dan berpenghasilan rendah. Skema seperti pembiayaan usaha mikro berbasis zakat, pelatihan keterampilan kerja, dan penguatan koperasi syariah mampu meningkatkan kemandirian ekonomi mustahik.