Kisruh PBB-P2: Antara Kebutuhan Daerah dan Beban Warga

Photo Author
- Senin, 18 Agustus 2025 | 09:10 WIB
Prof. Dr. Junaidi, M.Si., Ak., CA.
Prof. Dr. Junaidi, M.Si., Ak., CA.


KRjogja.com - KAJIAN PBB P2 (Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan) sangat menarik menjadi perhatian karena merupakan salah satu sumber yang sangat penting bagi penerimaan daerah, disampinng instrumen untuk mendorong fiskal. Namun demikian, apa yang terjadi saat ini kebijakan dan tata Kelola PBB-P2 justru menimbulkan polemik yang meresahkan di kalangan masyarakat.

Polemik terbaru banyaknya keluhan warga DKI Jakarta dimana warganya mendapati tagihan PBB-P2 dengan lonjakan ratusan persen. Fenomena tersebut juga muncul di daerah lain seperti Surabaya, Bandung, dan Pati. Bahkan seperti Kabupaten Pati, demo besar-besarn pun terjadi gegara kebijakan lonjakan PBB-P2 yang dirasa sangat membebani masyarakat.

Melihat fenomena tersebut, terdapat beberapa masalah mendasar sehingga menyebabkan kegaduhan di kalangan Masyarakat. Pertama, penentuan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) seringkali tidak tepat antara kondisi riil dengan kemampuan masyarakat, Kebijakan pemerintah daerah yang mendadak menaikkan NJOP, menyebabkan masyarakat merasa terbebani, terutama untuk golongan menengah.

Baca Juga: Seleksi Lomba Lukis DIY–Kyoto Kota Yogyakarta: Ajang Regenerasi Pelukis Muda

Problem kedua, belum sinkronya data antar lembaga misalnya data Badan Pendapatan Daerah, Badan Pertanahan Nasional, dan Ditjen Pajak. Meskipun kewenangan PBB-P2 sudah ada di daerah, namun tidak sedikit kasus dimana warga direpotkan dengan birokrasi panjang, bahkan sengketa pajak yang disebabkan terjadinya tumpang tindih data antar lembaga terkait dengan PBB.

Kendala ketiga, masih minimnya literasi dan transpaansi pajak. Masih banyak warga masyarakat yang belum memahami arti dan fungsi PBB-P2, dasar penentuan PBB-P2, maupun prosedur keberatan. Kondisi ini diperparah dengan maraknya praktik pungutan liar, dan percaloan yang sudah pasti berdampak merosotnya citra pemerintah daerah dan pusat di mata masyarakat.

Baca Juga: IKPNI Hadiri Peringatan Detik-detik Proklamasi Tingkat DIY

Peningkatan PBB-P2 yang tidak terkendali tidak hanya problem administrasi, namun juga bisa memengaruhi rasa keadilan dan kepercayaan publik. Tentu ini akan menjadi preseden buruk bagi kepatuhan wajib pajak. Ketika masyarakat merasa diperlakukan tidak adil, pasti akan berdampak pada penurunan pajak karena masyarakat menjadi abai dengan PBB-P2. Artinya bahwa potensi pajak daerah sebagai sumber pendapatan daerah menjadi turun, yang bisa berdampak pada pembangunan infrastruktur, maupun layanan publik. Tentu hal ini tidak kita inginkan.

Sangat penting untuk dilakukan langkah-langkah strategis untuk mengurai kekisruhan PBB-P2 ini. Diperlukan tindakan yang terintegrasi, sehingga dapat menjadi solusi bagi tata Kelola PBB-P2. Pertama, penting dilakukan digitalisasi dan integrasi data. Seluruh instansi terkait harus mau berbagi data dalam sebuah sistem terintegrasi. Hal ini sangat bisa dilakukan. Kita bisa mencontoh penerapkan SIPD yang dikembangkan Kemendagri dalam membantu pemerintah daerah dalam menyelenggarakan perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, hingga pelaporan pembangunan daerah secara terintegrasi, transparan, dan akuntabel.

Baca Juga: Tim Indonesia Berdaulat Kibarkan Sang Merah Putih di Istana

Kedua, pentingnya reformasi penetapan NJOP. Penetapan nilai jual objek pajak sebaiknya berbasis riset pasar dengan mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi warga masyarakat. Kita bisa memanfaatkan teknologi big data agar penentuan nilai jual bisa lebih objektif.

Ketigia, pentingnya peningkatan partisipasi dan literasi masyarakat terhadap PBB-P2. Kanal informasi tentang PBB-P2 perlu ditingkatkan, serta masyarakat perlu kemudahan akses ketika terjadi kebaratan pajak. Pemerintah juga sangat perlu mengedukasi publik tentang hak dan kewajiban perpajakan, khususnya PBB-P2.

Kekisruhan kenaikan PB-P2 di berbagai daerah di Indonesia menunjukkan bahwa sistem saat ini tidak memadai. Polemik ini jangan dibiarkan berlarut-larut karena akan berdampak pada penurunan kepercayaan public kepada masyarakat terhadap pemerintah (negara). PBB-P2 harus dilakukan perbaikan total, tidak hanya bagi peningkatan pendapatan daerah, namun juga memastikan bahwa tata Kelola pajak dilakukan secara transparan dan akuntabel.

Baca Juga: Karnamereka Rilis Album Terbaru 'Fortune', Sebuah Cerita tentang Harapan, Perjuangan, dan Persahabatan

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Danar W

Tags

Rekomendasi

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB
X