opini

Jaminan Keruangan Bagi Nelayan Tradisional

Jumat, 6 April 2018 | 20:34 WIB

INDONESIA merupakan salah satu negara maritim terbesar di dunia, dengan laut seluas 3.544.743 km2 dengan 13.266 pulau (BPS, 2017). Hal tersebut menunjukkan terdapat potensi ekonomi yang besar dari berbagai macam sumberdaya di laut. Berbagai potensi sumberdaya antara lain perikanan, garam, kegiatan perhubungan serta pariwisata. Kontribusi sektor perikanan dalam Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2016 sebesar 2 % (BPS, 2017), masih dibawah sektor tanaman pangan dan perkebunan.

Hanya saja, luasnya laut dan beragamnya potensi tidak menjamin kesejahteraan bagi pelaku ekonominya. Nelayan tradisional sering dipersepsikan dengan kemiskinan dan keterbelakangan. Masih banyak permasalahan dialami oleh nelayan tradisional antara lain minimnya keterampilan, sarana prasarana terbatas, modal dan persaingan wilayah. Konflik wilayah antarnelayan belum menjadi perhatian khusus padahal apabila tidak ditangani dapat berdampak luas. Peringatan Hari Nelayan Nasional pada 6 April hendaknya menjadi momentum untuk mengarustumakan kepentingan nelayan tradisional dalam berbagai kebijakan pembangunan.

Konflik Ruang

Berbagai kasus konflik antarnelayan telah terjadi di berbagai daerah Indonesia. Antara lain Pantai Utara Jawa, Papua dan Bengkalis, Riau. Gesekan terjadi antara nelayan tradisional dengan modern yang memiliki perbedaan fasilitas. Kapal dengan kapasitas besar nelayan modern mampu menjangkau wilayah lebih luas sehingga hasil tangkapan ikannya banyak. Jumlah ikan yang semakin sedikit akibat overfishing membuat beberapa nelayan modern, entah disengaja atau tidak, memasuki area nelayan tradisional. Masalah tersebut yang menjadi faktor penyebab konflik karena wilayah penangkapan nelayan tradisional semakin terdesak.

Konflik tersebut mengakibatkan beberapa kerugian materiil seperti kerusakan perahu, bangunan akibat kerusuhan atau korban, luka ñ luka maupun jiwa. Beberapa kasus bahkan membuat masyarakat harus mengungsi karena keamanan yang kurang kondusif. Dampak lebih jauh bisa menyebabkan konflik sosial antarkelompok nelayan. Kondisi ini membuat beban nelayan tradisional semakin besar karena melaut tidak lagi aman sehingga berdampak terhadap pendapatan.

Potensi konflik wilayah penangkapan antarkelompok nelayan diprediksikan akan terus berlangsung selama belum ada peraturan zonasi kelautan. Terdapat pembagian kewenangan terkait perikanan dalam Undang - undang no 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Hanya saja, aturan tersebut hanya membahas lingkup makro dan belum aplikatif. Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau ñ Pulau Kecil (RZWP3K) seharusnya menjadi pedoman detail pemanfaatan ruang di laut. Sayangnya, RZWP3K nasional masih dalam proses penyusunan yang mana akan menjadi rujukan bagi tingkat provinsi dan kabupaten.

Belum adanya aturan zonasi membuat kegiatan penangkapan tidak terkontrol sehingga berubah menjadi eksploitatif. Tidak adanya aturan main menimbulkan persaingan secara bebas. Tentu, nelayan modern akan lebih mendapatkan keuntungan karena peralatannya memadai maka mampu menjangkau wilayah luas dan kapasitas muatan yang besar. Nelayan tradisional tidak berdaya menghadapi persaingan tersebut karena minimnya sarana.

Butuh Kepastian

Halaman:

Tags

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB