Mengizinkan anak dari keluarga prasejahtera untuk mengakses pendidikan di universitas juga dapat mendukung program Pendewasaan Usia Pernikahan (PUP). Hingga kini, banyak masyarakat prasejahtera memilih menikahkan anak di usia dini karena benturan ekonomi. Padahal, pernikahan usia dini mengandung banyak risiko. Beberapa risiko pernikahan usia dini antara lain, ketahanan keluarga yang lemah, kegoncangan ekonomi, konflik rumahtangga yang tak terselesaikan. Mengizinkan anak-anak keluarga pra sejahtera untuk dapat mengakses pendidikan tinggi tanpa kecemasan finansial yang berarti merupakan solusi untuk memutus mata rantai kemiskinan. Hal ini sangat berarti bagi keluarga pra sejahtera untuk mendapatkan tiket menuju kesejahteraan keluarga. Lulusan perguruan tinggi (negeri) diharapkan dapat memiliki pemikiran yang dapat mendorong kemajuan diri, keluarga, dan masyarakat. Jika negara dapat membantu pembiayaan studi di universitas bagi anak-anak KPM PKH, sudah pasti akan lebih banyak anak-anak dari keluarga pra sejahtera yang diharapkan dapat menjadi pemutus mata rantai kemiskinan antar generasi.
Usulan penambahan nominal PKH dari Presiden Jokowi, semoga merupakan awalan untuk mampu memutus mata rantai kemiskinan secara total. Meski demikian, kebutuhan paling mendesak dan penting yang dimiliki oleh keluarga pra sejahtera ialah mental berjuang.
Menumbuhkan gairah menyekolahkan anak memang tidak mudah. Terlebih, dalam keterbatasan ekonomi keluarga pra sejahtera. Karenanya, kita berharap bantuan sosial PKH dapat diperluas jangkauannya, sehingga dapat memberikan bansos kepada komponen anak KPM yang melanjutkan pendidikan ke jenjang universitas. Pada muaranya, kita berharap segenap upaya dan perjuangan untuk mengentaskan kemiskinan semoga dapat memberikan angin segar sekaligus mampu mencegah adanya masalah dan patologi sosial yang semakin marak.
(Nurul Lathiffah SPsi. Pendamping Sosial di Kabupaten Gunungkidul. Artikel ini dimuat Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat, Senin 12 Maret 2018)