Membaca, mendengarkan, dan menanggapi setiap tulisan akan membangun suasana pelajaran yang menyenangkan. Menugasi siswa untuk mengerjakan sesuatu tanpa menempatkannya dalam konteks yang menyenangkan akan membawa beban tersendiri, pun siswa akan mudah menilai gurunya sebagai tukang suruh saja. Memberikan kebebasan dan menertawakan karya sendiri, bagi siswa menjadi wujud pengakuan apapun yang dikerjakannya.
Cara yang paling efektif dalam mengajarkan menulis hanyalah dengan menulis dan menulis. Teori menjadi penuntun untuk menata pikiran dan ide-ide yang dimiliki siswa. Jika menulis tergolong sebagai keterampilan, maka porsi materi terbesar dalam pengajarannya adalah praktik, bukan pada teori. Dalam pemahaman saya, secara berangsur-angsur mesti terjadi proses berbagi pengalaman antara guru dan siswa, bukan lagi proses imperatif semata.
Yang tidak boleh diabaikan adalah memberikan rangsangan motivasi kepada siswa agar dapat merasakan arti sebuah tulisan. Memberikan bonus nilai atau membukukan karya siswa untuk materi tertentu seperti wawancara, puisi, atau cerpen, adalah contohcontoh memberikan balikan motivasi. Akhirnya, sebelum membangun relasi belajar di kelas yang demikian, sebagai guru saya mesti memulai terlebih dahulu melakukan hal yang sama.
(St Kartono. Guru SMA Kolese De Britto, Yogyakarta. Artikel ini dimuat Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat, Kamis 5 Oktober 2017)