NEGERI ini telah berusia 72 tahun. Pembangunan sudah semakin maju dan perkembangan teknologi sudah semakin pesat. Perkembangan tersebut akhirnya melahirkan beberapa budaya instan. Perkembangan ini justru menjadi ancaman bagi Indonesia, terutama bagi penerus bangsa dapat terbawa arus terhadap budaya instan tersebut. Ironisnya, orangtua yang seharusnya mencegah anak terjerumus budaya instan justru mendukung atau membiarkannya.
Budaya instan sudah terjadi dan dialami oleh anak-anak. Buktinya, anak yang belum sesuai usianya (usia kurang 14 tahun) sudah diberi kebebasan untuk memegang handphone/smartphone. Bahkan belum usia sekolah (di bawah 3 tahun) sudah asyik bermain game dengan smartphone.
Banyak ragam alasannya, menghindarkan anak menjadi korban penculikan, agar anak tidak gagap teknologi ataupun agar tidak mengganggu pekerjaan orangtua. Padahal Bill Gates (pencipta teknologi modern di industri komputer) dan juga memiliki tiga orang anak remaja menegaskan, sebelum usia 14 tahun anak tidak boleh memiliki ataupun memegang smartphone/gadget, karena bila dibiarkan anak menyentuh teknologi ponsel pintar dapat mengakibatkan dampak buruk. Seperti anak bisa terpapar pengaruh buruk, perkembangan motoriknya menjadi lamban, terganggunya kesehatan mental dan sosial berinteraksi dengan teman serta anak tidak bisa mandiri dalam menyelesaikan masalahnya.
Kenyataan lain yang terjadi, anak dibiarkan memegang kendali kendaraan bermotor tetapi belum mencukupi syarat untuk mengendarai. Beberapa waktu lalu kalau kita melintas di jalan raya sudah banyak usia SMP dan SMA membawa kendaraan bermotornya sendiri, tetapi akhir-akhir ini usia SD dapat kita lihat sudah diberi kebebasan memegang kendali kendaraan.
Padahal mereka ketika mengendarai kendaraan di jalan masih kurang memperhatikan segi keselamatannya. Baik itu mengenakan helm ataupun berkendara secara ugalugalan yang dapat membahayakan sendiri maupun orang lain. Justru orangtua membiarkan begitu saja karena alasan kesibukan kerja dan menganggap anak sudah mahir dalam mengendarai kendaraan bermotor. Padahal secara psikologis usia SD sampai usia SMA awal adalah tahap-tahap awal perkembangan, baik bagaimana mereka belajar mengontrol emosi yang seringkali labil dan membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik dilakukan.
Budaya instan baik memegang smartphone ataupun membiarkan anak memegang kendali kendaraan sebelum usianya seharusnya tidak dilakukan orangtua. Meski perkembangan teknologi yang semakin pesat, belum tentu anak dapat membedakan mana yang baik dan buruk baginya dari perkembangan teknologi. Selain itu, anak belum tentu mampu membagi waktu antara berinteraksi dengan media teknologi, interaksi sosial di lingkungan serta berinteraksi dengan keluarga. Bahkan sering terjadi dikarenakan asyik berinteraksi dengan media teknologi smartphone, interaksi sosial dan keluarga terabaikan. Akhirnya anak tidak berkembang baik sesuai tahap-tahap perkembangannya.
Hal tersebut terjadi pula ketika anak diberi kebebasan memegang kendali kendaraan belum sesuai usianya. Anak pun sekadar mengendarai tanpa mampu mengendalikan/mengontrol diri ketika berada di jalan sehingga sangat membahayakan keselamatan dirinya sendiri maupun orang lain.
Artinya, di sini sudah waktunya orangtua memberi 'kemerdekaan' bagi anak untuk tidak masuk ke dalam budaya instan. Diakui, kemajuan teknologi tidak dibendung, bukan berarti orangtua kemudian memberi kebebasan anak untuk asyik terhadap smartphone. Orangtua harus membekali anak dapat membagi waktu antara smartphone, berinteraksi sosial dan keluarga. Selain itu membimbing anak terhadap konten yang baik bagi perkembangan anak.