TANGGAL 5 Juni diperingati sebagai Hari Lingkungan Hidup Sedunia. Untuk tahun 2017 ini United Nations Environment Programme (UNEP) mengangkat tema ‘Connecting People to Natur’Ã. Arti bebasnya adalah hubungan manusia dan alam. Sebuah upaya pelestarian lingkungan melalui pendekatan spiritualitas atau agama.
Upaya menumbuhkan semangat memelihara planet bumi yang hanya satu-satunya ini, pandangan agama dianggap merupakan faktor penting yang memberikan kontribusi atas sikap manusia terhadap alam dan lingkungan. Ribuan tahun agama sudah dijadikan sebagai standar kode etik yang shahih dan merupakan warisan tertua kemanusiaan. Kearifan pandangan, kepekaan moral dan sikap religiusitas manusialah yang mungkin dapat menjadi garda penting dan paling akhir yang dapat diharapkan untuk mengingatkan tentang hubungan manusia dalam memelihara alam dan kearifan dalam mengelola bumi (Mangunjaya & Heriyanto, 2007).
Amanat
Dalam Islam ada ajaran untuk hidup berharmoni dengan alam, seperti Alquran menyatakan bahwa seluruh alam semesta adalah milik Tuhan (QS Al Baqarah, 2:284). Manusia diberi izin tinggal di dalamnya untuk sementara dalam rangka memenuhi tujuan yang telah direncanakan dan ditetapkan Tuhan (QS Al Ahqaf, 46: 3). Dengan begitu alam bukanlah milik hakiki manusia.
Kepemilikan manusia hanyalah amanat, titipan atas pinjaman yang pada saatnya harus dikembalikan dalam keadaannya seperti semula. Bahkan manusia yang baik justru akan mengembalikan titipan tersebut dalam keadaan yang lebih baik dari ketika dia menerimanya. Nabi bersabda : â€Sebaik-baik kamu adalah yang terbaik dalam mengembalikan utangnya.†Titipan yang dikembalikan tersebut selanjutnya akan didistribusikan kembali bagi orang atau generasi sesudahnya sampai hari kiamat.
Dalam ayat lain Tuhan juga mengecam manusia yang merusak alam. Dia sangat tidak menyukai orang-orang yang melakukan kerusakan di muka bumi (QS Al Baqarah, 2:60, 205; Al AÃraf, 7:56, 85; Al Qashash, 28: 88; Al SyuÃara, 26: 183 dll)(Muhammad, 2005). Tindakan merusak alam merupakan bentuk kedzaliman dan kebodohan manusia.
Alquran juga menggambarkan kebinasaan ummat terdahulu akibat tindakan merusak alam. Semua perbuatan manusia yang dapat merugikan kehidupan manusia merupakan perbuatan dosa dan kemungkaran. Siapa saja yang menyaksikan tindakan tersebut berkewajiban menghentikannya. Negara sebagai pengawas alam berkewajiban menyeret pelakunya ke pengadilan agar dia mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Untuk mencegah bahaya kebakaran hutan dalam rangka mendorong kelestarian lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia mengajak Majelis Ulama Indonesia (MUI) merumuskan fatwa tentang kebakaran hutan. Akhirnya keluar Fatwa MUI nomor 30 tahun 2016 tentang Hukum Pembakaran Hutan dan Lahan serta Pengendaliannya. Fatwa ini diharapkan dapat mendorong munculnya kesadaran ummat bahwa pembakaran hutan dan lahan adalah kejahatan.