opini

Kenaikan TDL dan Masalahnya

Jumat, 26 Mei 2017 | 14:18 WIB

KENAIKAN Tarif Dasar Listrik (TDL) untuk rumah tangga maupun untuk industri diyakini tidak akan berpengaruh signifikan pada kenaikan barang produk industri. Yang pasti kenaikan akan menyebabkan efek domino. Kenaikan TDL yang berawal dari kenaikan harga bahan baku ditambah berkurangnya daya beli konsumen.

Dengan alasan kenaikan tersebut produsen dapat menaikkan harga jual produk. Akhirnya akan menyebabkan multiefek yang bermuara pada kenaikkan harga dan penurunan daya beli yang berujung penurunan produksi. Ada dua faktor yang menyebabkan kenaikan harga bahan kebutuhan pokok kali ini. Pertama karena faktor musiman, dan kedua efek psikologis rencana kenaikan TDL. Harga ini akan terus merangkak naik hingga bulan puasa dan saat Lebaran.

Sederet fakta diatas menunjukkan bahwa kebijakan menaikkan TDL lagi-lagi kembali membebani rakyat. Ini baru TDL belum lagi permasalahan-permasalahan lain seperti penghapusan subsidi BBM jenis premium, dan masih banyak masalah-masalah lain yang baru muncul.

Kesalahan Kebijakan

Akar masalah kenaikan TDL dan semua problem yang dihadapi masyarakat berpangkal pada penerapan ideologi kapitalisme berikut sistem turunannya, terutama sistem politik dan sistem ekonomi. Kesalahan kebijakan pemerintah dalam mengelola SDA adalah pangkal terjadinya krisis listrik yang berimbas kepada kenaikan TDL. Bagaimana tidak? Sumber-sumber energi pembangkit listrik yang tidak lain adalah SDA negeri ini lebih banyak dikuasai pihak swasta dan asing. Sehingga untuk mengatasi krisis listrik di negeri ini, PLN sebagai pihak yang bertanggung jawab kesulitan untuk mencari jalan keluar untuk keluar dari krisis listrik ini. Belum lagi permasalahan internal di tubuh PLN yang kian menambah deretan masalah.

Tanpa merombak manajemen kelistrikan nasional, target pembangunan listrik 35.000 megawatt bakal sulit dicapai dan krisis listrik akan merata ke seluruh Indonesia. Urusan listrik sekarang ini bukan hanya urusan PLN, urusan listrik sudah menjadi urusan negara, urusan pemerintah, perlu dihargai, tetapi perlu dipantau realisasinya. Pemerintah mewujudkan program ini dengan penandatanganan perjanjian jual-beli tenaga listrik atau Power Purchase Agreement (PPA), letter of intent (LoI) untuk pembangunan Engineering, Procurement, Construction (EPC), hingga groundbreaking beberapa pembangkit listrik.

Hingga awal 2016, kontrak yang telah ditandatangani dan dilaporkan direksi PLN kepada Presiden mencapai 17.330 MW. Rinciannya 14.000 MW berupa PPA, sisanya EPC PLN. Biasanya dalam praktik masih butuh waktu hingga setahun untuk mendapatkan pembiayaan dan masa konstruksi mencapai sekitar tiga tahun. Itu pun dengan catatan pembebasan lahan tidak molor dari target dan proses perizinan tidak mundur. Lebih lanjut dengan berbagai kajian dan mempertimbangkan progres fisik proyek itu layak dilaksanakan. Biasanya dalam membuat sebuah proyek yang berbasis infrastuktur pasti ada kajian kelayakan yang meliputi teknis, sosial dan ekonomis. Aspek sosial menjadi urgen karena ada faktor demografi dan lingkungan.

Kebutuhan Dasar

Halaman:

Tags

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB