MAHATMA Gandhi menegaskan tujuh dosa mematikan (seven deadly sins) yang sering dilakukan manusia: kekayaan tanpa kerja, kenikmatan tanpa suara hati, ilmu pengetahuan tanpa kemanusiaan. Kemudian pengetahuan tanpa karakter, politik tanpa prinsip, bisnis tanpa moralitas, dan agama tanpa pengorbanan. Bila kita cermati, apa yang disebut Ghandi relevan dengan kehidupan berbangsa dan bernegara kita saat ini.
Inti dari semua pernyataan Ghandi adalah pentingnya karakter dalam diri manusia. Karakter merupakan watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan. Yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Karakter menjadi bagian penting cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara.
Respons
Akhir-akhir ini isu pendidikan karakter kembali menguat dan menjadi perhatian sebagai respons berbagai persoalan bangsa, khususnya dekandensi moral dan krisis multidimensional. Permasalahan bangsa yang kita hadapi, antara lain disorientasi dalam implementasi nilai-nilai Pancasila, bergesernya nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, memudarnya kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa, ancaman disintegrasi bangsa, dan melemahnya kemandirian bangsa.
Lickona menyebut sepuluh penanda perlunya pendidikan karakter diutamakan: (a) meningkatnya kekerasan di kalangan remaja, (b) membudayanya ketidakjujuran, (c) berkembangnya sikap fanatik terhadap kelompok, (d) semakin rendahnya rasa hormat kepada orangtua dan guru, (e) semakin kaburnya moral baik dan buruk. (f) penggunaan bahasa yang memburuk, (g) meningkatnya perilaku merusak diri: narkoba dan seks bebas, (h) rendahnya rasa tanggung jawab sebagai individu dan sebagai warga negara, (i) menurunnya etos kerja, dan (j) adanya rasa saling curiga dan kurangnya kepedulian di antara sesama. Apa yang diungkap Lickona tersebut dapat dengan mudah ditemukan dalam masyarakat di Indonesia akhir-akhir ini.
Kondisi tersebut merupakan salah satu tantangan bagi pembangunan dan pengembangan dunia pendidikan. Proses pendidikan sebagai upaya mewariskan nilai-nilai luhur untuk melahirkan generasi unggul secara intelektual dengan tetap memelihara kepribadian dan identitas sebagai bangsa harus tetap dipertahankan.
Nilai-nilai karakter bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, dan berorientasi iptek, semuanya harus dijiwai oleh imtaq kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan Pancasila. Secara esensial, pendidikan memiliki dua misi utama, yakni transfer ilmu pengetahuan dan transfer nilai. Nilai-nilai karakter dapat dilihat dalam empat dimensi. Pertama, olah pikir, yang bertujuan agar seseorang cerdas, kritis, kreatif, inovatif, ingin tahu, berpikir terbuka, produktif, berorientasi Ipteks, dan reflektif; Kedua, olah raga, agar seseorang bersih dan sehat, disiplin, sportif, tangguh, andal, berdaya tahan, bersahabat, kooperatif, deter-minatif, kompetitif, ceria, dan gigih; Ketiga, olah hati, agar seseorang beriman dan bertakwa, jujur, amanah, adil, ber-tanggung jawab, berempati, berani mengambil risiko, pantang menyerah, rela berkorban, dan berjiwa patriotik; Dan keempat, olah rasa/- karsa, agar seseorang ramah, saling menghargai, toleran, peduli. Juga suka menolong, gotong royong, nasionalis, kosmopolit, mengutamakan kepentingan umum, bangga menggunakan bahasa dan produk Indonesia, dinamis, kerja keras, dan beretos kerja.
Kontribusi