Pemaknaan sinisme atas tema percepat pendidikan yang merata dan berkualitas sebagai kesadaran pemerintah selama ini belum mampu memberikan layanan pendidikan yang merata dan berkualitas hendaknya diterima dengan lapang dada. Memang demikianlah sebenarnya yang terjadi. Setidaknya ada tiga pemaknaan. (1) pendidikan belum merata menyentuh sisisisi kehidupan bangsa, dalam hal ini sebagian bangsa ini belum mendapat layanan pendidikan. (2) Layanan pendidikan yang selama ini ada dirasakan belum sampai pada kualitas yang diharapkan, dan (3) meskipun ada pendidikan berkualitas, namun belum dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat.
Pendidikan nasional yang tidak merata dalam tiga makna di atas telah menghasilkan pemimpin ‘terdidik’ yang sebenarnya tidak terdidik. Dalam konsep Ki Hadjar Dewantara, mereka sesungguhnya tidak ngerti, ngrasa, dan nglakoni sebagai manusia terdidik. Mungkin mereka ngerti, karena menguasai ilmu pengetahuan. Mungkin juga nglakoni, karena mengimplementasikan ilmu pengetahuannya itu dalam kehidupan seharihari. Tetapi, mungkinkah juga ngrasa?
Katanya pemimpin rakyat, kok malah menyengsarakan rakyat. Asam sulfat (H2SO4) merupakan asam mineral (anorganik) yang kuat, dikuasai sebagai ilmu pengetahuan. Jika terkena kulit bisa gosong. Disiramkan ke wajah orang ‘hanya’ karena ingin mencelakakan. Itulah contoh ngerti lan nglakoni ning ora ngrasa.
(Ki Sugeng Subagya. Pamong Tamansiswa, Pemerhati Pendidikan dan Kebudayaan. Artikel ini dimuat Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat, Kamis 4 Mei 2017)