opini

Menggugat Keterbukaan Informasi Sidang Pengadilan

Rabu, 22 Maret 2017 | 07:48 WIB

PRO-kontra mengenai siaran langsung sidang pengadilan saat ini mencuat kembali. Hal ini terjadi setelah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengeluarkan surat keputusan pelarangan penyiaran sidang secara langsung, menjelang dimulainya sidang kasus korupsi e-KTP.

Ada 3 alasan yang mendasari pelarangan tayangan langsung sidang pengadilan tersebut. Pertama, majelis hakim ingin mengembalikan marwah pengadilan. Yang antara lain hendak memastikan bahwa sebuah peristiwa kejahatan benar-benar terjadi. Siaran langsung sidang pengadilan bisa membuat asumsi publik berkembang sebelum hakim menjatuhkan putusan.

Alasan kedua, pengadilan tidak ingin menghancurkan konten pengadilan. Diumbarnya konten sidang, selain akan mengontaminasi publik, berpotensi membuat aktor-aktor yang terlibat merekayasa keterangan. Dan alasan ketiga, menyangkut ranah personal orang yang diajukan ke pengadilan. Tanpa diberitakan pun sebetulnya orang yang diajukan kepengadilan sudah pasti menjadi beban keluarga, kerabat, dan almamater.

Walaupun tak boleh disiarkan secara langsung, pengadilan tidak melarang media untuk meliput. Merekam jalannya sidang tetap dibolehkan, tetapi tidak disiarkan secara langsung. Bahkan pihak PN Jakpus siap digugat oleh pihak manapun yang tidak puas terhadap kebijakannya itu.

Reaksi Keras

Larangan siaran langsung sidang pengadilan korupsi e-KTP langsung mendapat reaksi keras dari kalangan organisasi media maupun pihakpihak lain. PWI, AJI, Dewan Pers, KPI, bahkan KPK, memprotes larangan itu. Kebijakan tersebut dinilai melanggar UU No 40 Th. 1999 tentang Pers, khususnya Pasal 4 ayat (2) yang menyebutkan: ”Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.”

Larangan tayangan langsung sidang kasus korupsi e-KTP juga dianggap kemunduran. Selama ini dalam sidang pengadilan yang terbuka, media dibolehkan menyajikan siaran langsung, seperti dalam sidang kasus kopi maut dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso. Tetapi mengapa sidang kasus korupsi e-KTP justru tak boleh disiarkan langsung? Padahal materi sidangnya menyangkut kepentingan publik. Publik berhak tahu terhadap kasus ini seterang-terangnya. Yang dikorupsi adalah uang negara yang notabene duit rakyat. Proyek yang dikorupsi pun merupakan proyek yang diperuntukkan bagi rakyat banyak. Jadi sangat ironis bila rakyat tak boleh mengetahui secara langsung jalannya sidang.

Di AS, Inggris dan Singapura, dalam sidang pengadilan yang terbuka, kamera memang tidak boleh masuk. Pengambilan gambar hanya dibolehkan dengan sketsa. Namun larangan tersebut telah diatur dalam hukum acara mereka. Sementara, di Indonesia tak ada larangan penyiaran sidang yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana maupun Hukum Acara Perdata.

Halaman:

Tags

Terkini

Manusia Unggul Indonesia Dambaan Ki Hadjar Dewantara

Kamis, 18 Desember 2025 | 17:54 WIB

Cashless Pangkal Boros?

Rabu, 17 Desember 2025 | 23:35 WIB

Festival Jaranan Bocah Meriahkan Desa Besowo Kediri

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:15 WIB

JOS Atau 'Ngos'

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:10 WIB

Digital Multisensory Marketing

Selasa, 16 Desember 2025 | 08:10 WIB

Krisis Kehadiran Publik

Senin, 15 Desember 2025 | 08:55 WIB

Kutukan Kekayaan Alam

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:10 WIB

Ilmu Dekave

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:50 WIB

Mengetuk Peran Bank Tanah dalam Penyediaan Rumah

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:10 WIB

Omnibus Law, Omnibus Bencana

Selasa, 9 Desember 2025 | 13:22 WIB

Korban Bencana Butuh 'UPF'

Minggu, 7 Desember 2025 | 20:50 WIB

Payment for Ecosystem Services

Minggu, 7 Desember 2025 | 18:00 WIB

Kutukan Sumber Daya

Sabtu, 6 Desember 2025 | 23:00 WIB