Mencari akar kekerasan tentang sebab utama pemicu atau perangsang gairah sadisme sangat mendesak dilakukan dan dibutuhkan pendekatan multidimensional. Apapun alasannya, kekerasan mengancam masa depan bangsa. Bahasa sadisme cenderung menampilkan arogansi diri para pelaku yang sebenarnya tidak lain karena keterbatasan sumber daya, kualitas iman dan kematangan rasionalitas dalam memahami makna penting damai, menghormati orang lain dan menyapa perbedaan. Sadisme dan vandalisme harus segera diakhiri agar kota budaya kembali bersih. Bisa dengan mengajukan hukuman qishash agar membuat pelaku jera.
Dalam bahasa teologi Islam, mencuri saja diperintahkan oleh Tuhan agar dipotong tangannya. Dengan logika itu, korupsi dapat disamakan dengan teroris, setidaknya karena keduanya berdampak negatif dan merugikan orang lain. Jika klithih bahkan menyebabkan langsung kematian maka tak dapat ditawar lagi untuk bertekad Yogyakarta harus kembali aman. Tidak hanya berhenti dalam slogan tetapi dalam aksi nyata bersama-sama bernyali menghapus teror dan horor.
(Dr H. Robby Habiba Abror SAg Mhum. Dosen Aqidah dan Filsafat Islam UIN Sunan Kalijaga; Ketua Majelis Pustaka dan Informasi Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DIY. Artikel ini dimuat Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat, Jumat 17 Maret 2017)