Memang harus diakui bahwa beralihnya masyarakat untuk menggunakan moda transportasi online telah menyebabkan pelaku jasa angkutan konvensional mengalami kesulitan mencari pelanggan. Namun demikian, bukan berarti pemerintah melarang transportasi online beroperasi begitu saja. Pasalnya pengendara transportasi online ini kenyataannya tak ada satu pun yang menyerobot penumpang. Penumpangnya sendiri yang memilih menggunakan kendaraan online. Jadi ini soal preferensi, lantas mengapa harus angkutan online-nya yang dilarang-larang?
Bagaimanapun kita tidak boleh menutup mata bahwa keberadaan transportasi online ini juga berdampak positif bagi berkembangnya usaha produktif. Dalam jasa pesan antar makanan misalnya, salah satu perusahaan moda transportasi online ini juga menggandeng berbagai usaha makanan sebagai mitra. Mulai dari restauran mewah sampai warung makan skala kecil sekalipun. Sehingga dapat dibayangkan bukan, seberapa besar efek domino yang mungkin timbul jika peraturan pelarangan transportasi online diterapkan?
Sebagai pengayom ‘seluruh’ lapisan masyarakat tanpa ‘terkecuali’, semestinya cara pandang yang dibangun pemerintah dalam menyikapi persoalan ini lebih kooperatif, bijaksana dan memiliki nalar pertimbangan yang lebih matang. Bukan dengan cara mendiskriminasi lalu merugikan pihak lain. Melainkan adil bagi semua pihak yang berkepentingan. Baik itu untuk pelaku usaha jasa transportasi online, maupun konvensional atas haknya mencari rezeki. Pun bagi konsumen atas preferensinya mengenai efektivitas, dan efisiensi waktu-biaya.
Mengusulkan Opsi
Oleh karena itu, saya mengusulkan opsi. Pertama, agar pemerintah mendorong, atau memfasilitasi transportasi konvensional untuk dapat turut bergabung ke dalam sistem online. Kedua, disamping fasilitasi, mungkin juga dapat dilakukan public-privat patnership yang memungkinkan pemerintah memiliki sebagian dari saham transportasi online. Sehingga pemerintah dapat turut andil dalam mengatur regulasi yang win-win solution.
Atau terakhir, pemerintah turut bersaing menjadi provider dalam angkutan online yang berbasis BUMD dan menyerap sebanyak-banyaknya para driver angkutan konvensional. Tidak lupa, dalam operasionalisasinya diengkapi fitur yang lebih hebat. Misalnya jaminan sosial bagi para driver dan asuransi kecelakaan pelanggan. Lebih menarik dan solutif bukan?
(Tauchid Komara Yuda. Peneliti tamu bidang kebijakan publik di Forum Bulaksumur Institute (Forbi) Yogyakarta. Artikel ini dimuat Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat, Rabu 15 Maret 2017)